“Forum yang katanya kerakyatan, justru memproduksi elitisme baru di kalangan mahasiswa. Rebutan posisi, sabotase sidang, hingga bentrok fisik. Apa ini bentuk baru dari pendidikan politik? Jika iya, kami tak sudi,” ujar Tiyo.
Pernyataan sikap BEM KM UGM menjadi tamparan bagi romantisme perjuangan mahasiswa yang selama ini diagung-agungkan. Di era ketika karangan bunga intelijen berdiri sejajar dengan spanduk perjuangan, tak heran bila independensi hanya tinggal jargon.
Kini, yang tersisa adalah pertanyaan: Apakah gerakan mahasiswa masih tentang rakyat, atau sudah menjadi sayap muda kekuasaan?
Ketika mahasiswa lebih takut kehilangan akses ke panggung politik daripada kehilangan idealisme, maka mimbar perjuangan pun menjelma panggung sandiwara. Munas atau Musra, tak ada bedanya jika tujuannya hanya mendekat ke kekuasaan. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”