Dengan tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”, Kementerian PPPA memperingati HAN lewat parade wacana dan simbolik panggung. Menteri PPPA, Arifah Choiri Fauzi, menyebut pola asuh dan penggunaan gawai sebagai biang kerok kekerasan. Gadget? Serius? Apakah orang dewasa bertindak bejat juga gara-gara Wi-Fi?
Masih dari podium seremoni, mereka mengusung Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak. Sebuah regulasi digital di atas luka yang sangat nyata. Data kriminal berseliweran, tetapi realitas masih diam-diam menampar anak-anak di rumah, sekolah, bahkan ruang publik.
Oh iya, semua ini tercatat rapi di bawah sistem Piknas layanan informasi kriminal milik Bareskrim yang katanya mendukung polisi menjadi PRESISI: Prediktif, Responsif, dan Transaparan… Berkeadilan. Kata kunci di akhir memang yang paling absurd. Karena keadilan, sejauh ini, masih belum tahu rumah siapa.
Sementara itu, ribuan anak terus menanggung trauma. Di ruang-ruang sempit yang luput dari kamera dan mikrofon seremoni, mereka tumbuh dalam ketakutan.
Dan negara masih sibuk bersolek, menyanyikan lagu anak-anak di podium yang lantainya berdarah. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”