“Rakyat hanya bisa bertanya: Apakah ini pemimpin desa atau juragan tanah dengan stempel negara? Dana desa bisa membangun harapan. Tapi di tangan yang salah, bisa juga jadi DP rumah pribadi”
LOCUSONLINE, SUKABUMI – Jika korupsi adalah seni, maka Heni Mulyani, Kepala Desa Cikujang, bisa jadi salah satu seniman berbakat dari Kabupaten Sukabumi. Menjabat sejak 2019 dan seharusnya memimpin hingga 2027, Heni kini lebih sibuk merancang strategi hukum daripada pembangunan desa. Rabu, 30 Juli 2025
Alih-alih meninggalkan jejak pembangunan, sang kades justru meninggalkan jejak rekening mencurigakan, tanah desa yang pindah tangan, dan bangunan Posyandu yang disulap jadi rumah tinggal. Semuanya, tentu saja, dalam semangat “pengabdian” kepada masyarakat versi interpretasi pribadi.
Dari keterangan Kepala Seksi Pidsus Kejari Sukabumi, Agus Yuliana, Heni tak hanya sekadar ‘mengelola’ dana desa. Ia juga diduga menyulap pendapatan asli desa, menyewakan lahan desa (yang seharusnya menjadi PAD), dan menjual bangunan Posyandu seperti menjual gorengan di pasar mudah, cepat, dan nyaris tanpa rasa malu.
“Banyak item,” ujar Agus, seolah merujuk bukan pada bukti korupsi, tapi daftar belanja bulanan.
Tak tanggung-tanggung, kerugian negara akibat kelakuan ini ditaksir mencapai Rp 500 juta. Sebuah angka yang membuat kepala desa lain mungkin merasa ‘kurang kreatif’ dalam mengelola APBDes mereka.
Yang paling menggelitik: Posyandu milik desa yang dibangun dari anggaran negara dijual oleh sang kades seharga Rp 45 juta kepada seseorang berinisial D. Alasannya? Bangunan tak dipakai. Solusinya? Dijual saja. Logika seperti ini, jika diterapkan secara nasional, mungkin kita akan menyaksikan balai desa berubah jadi kos-kosan dan lapangan bola disulap jadi pusat oleh-oleh.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”