“Regulasi yang lahir cacat formil itu ibarat hantu hukum: menghias lembaran kertas tapi tak berdaya di lapangan”
LOCUSONLINE, PURWAKARTA – Dua Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Purwakarta, Perda No. 2 Tahun 2019 tentang Kepemudaan dan Perda No. 7 Tahun 2020 tentang Desa, kini lebih terkenal karena tidak dijalankan sama sekali daripada fungsinya sebagai regulasi. Mantan anggota DPRD sekaligus pengamat kebijakan publik, Agus M. Yasin, menyebut Perda ini sebagai “hantu hukum yang hanya menghias lembaran kertas di kantor pemerintah”. Jumat, 15 Agustus 2025
Menurut Agus, fenomena ini memperlihatkan lemahnya komitmen pemerintah daerah terhadap hukum. “Perda dibuat, tapi dijalankan? Itu cuma mitos. Publik tidak dilindungi, anggaran terbuang sia-sia,” ujarnya.
Selain mandek di lapangan, kedua Perda itu lahir dengan cacat formil: minim uji publik, naskah akademik asal jadi, dan prosedur penyusunan yang melanggar UU No. 12 Tahun 2011 jo. UU No. 13 Tahun 2022. “Kalau Perda ini manusia, ia lahir cacat dan langsung dipaksa tampil di publik,” sindir Agus.
Baca Juga : Jabar Ngaku Sayang Anak, Tapi Angka Kekerasan Tetap Juara Nasional
Seharusnya DPRD sebagai pengawas dan Kepala Daerah sebagai pengusul revisi atau pencabutan aktif menindaklanjuti masalah ini. Nyatanya? Kedua institusi sepakat membiarkan Perda “mati suri”. Tak ada legislative review, revisi, atau pencabutan.
“Kalau aturan dibuat melanggar prosedur tapi tetap dijalankan, bagaimana mungkin hukum itu adil?” cibir Agus.
Perilaku membuat Perda hanya untuk memenuhi target legislasi kini sudah jadi budaya. Hukum tak lagi hidup di masyarakat; ia hanya menjadi fosil anggaran yang menghabiskan dana tapi tak berguna.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”