“Bangunan liar di bantaran sungai dan jalur wisata Ciater digusur habis. Ironisnya, yang disebut liar selalu warung nasi uduk, bukan vila mewah yang berdiri lebih arogan dari papan nama “dilarang mendirikan bangunan.”
LOCUSONLINE, BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat di bawah duet Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan kembali memamerkan jargon “Jabar Istimewa” dengan gaya heroik: menertibkan bangunan liar demi keseimbangan alam. Retorikanya sederhana lahan harus dikembalikan ke fungsi semula agar bencana tidak lagi jadi langganan. 18/8
Kali ini, target pertama adalah bantaran Kali Sepak Gabus, Bekasi. Lebih dari 100 bangunan “warga kelas ekonomi recehan” ditertibkan karena dianggap biang keladi penyempitan aliran sungai. Pemprov pun mengklaim langkah ini akan menyelamatkan ribuan nyawa dari ancaman banjir. Hebat, bukan? Sebuah penyelamatan yang murah meriah: gusur dulu, kompensasi belakangan.
Tak cukup di Bekasi, operasi penertiban merambah Ciater, Subang. Ratusan warung di jalur wisata yang katanya “merusak pemandangan” dipaksa minggir. Ironisnya, yang jadi kambing hitam selalu warung sederhana milik pedagang kecil, sementara gedung-gedung megah, vila-vila eksklusif, dan hotel-hotel berbintang di kawasan serupa entah kenapa selalu lolos dari radar aparat penertiban. Rupanya, status “liar” hanya berlaku bagi yang tidak punya izin resmi untuk menyogok.
Baca Juga : Wow Ada Pejabat Meriang: Polres Garut Naikkan Status Kasus Alih Fungsi Lahan Jadi Penyidikan
Gubernur Dedi Mulyadi berdalih, penertiban ini bukan sekadar gusur-gusuran, melainkan bagian dari strategi besar “Jabar Istimewa” yang ramah lingkungan. Ramah untuk siapa? Entah. Yang jelas, warung nasi uduk kalah ramah dibanding resort dengan konsep “eco-friendly” yang merangsek hutan.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”