“Ironisnya, pajak yang bikin dompet jantungan ini nggak selalu berbanding lurus dengan kualitas fasilitas publik. Jadi jangan kaget, beli mobil di Indonesia bukan cuma bayar pajak setinggi langit, tapi juga dapat bonus jalan berlubang tanpa biaya tambahan.”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) kembali bersuara lantang soal kebijakan pajak kendaraan di Tanah Air. Menurut mereka, tarif pajak otomotif di Indonesia tergolong “sultan” alias salah satu yang tertinggi di dunia.
Masalahnya, tingginya pungutan ini justru bikin industri otomotif megap-megap, apalagi sejak angka penjualan mobil terus merosot sejak akhir 2024.
“Pajak kendaraan di Indonesia termasuk tinggi. Dampaknya jelas ke industri yang sedang lesu,” ujar perwakilan Gaikindo, Minggu (7/9/2025).
Kalau mau jujur, kata Gaikindo, posisi Indonesia memang nggak separah Bangladesh, Nepal, atau Turki yang pajaknya bisa bikin dompet jantungan. Tapi kalau dibandingkan dengan negara tetangga di ASEAN, pemilik mobil di RI tetap jadi pasien rawat jalan: bayar lebih banyak, dapat fasilitas publik masih “seadanya”.
Alih-alih jadi kebutuhan transportasi, mobil di Indonesia makin terasa seperti barang mewah. Tak heran, sebagian masyarakat lebih memilih menunda pembelian, bahkan ada yang banting setir ke motor listrik atau transportasi daring.
Baca Juga : Setelah Didemo, Baru Ingat Transparansi: DPRD & Pemkab Garut Akhirnya Janji Buka-Bukaan
Padahal, di sisi lain pemerintah gembar-gembor soal elektrifikasi dan industri otomotif masa depan. Ironisnya, pajak masih digeber tinggi, seolah masyarakat ditantang main survival mode.
Di negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, pajak kendaraan relatif lebih ramah kantong. Alhasil, industri otomotif mereka lebih lincah berkembang, sementara di Indonesia, pabrikan sering kali hanya bisa menghela napas panjang sambil menunggu kebijakan lebih “waras”.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”