“Nasib “warga tak terdata”: tak dianggap miskin karena salah desil, tak kebagian bantuan karena salah kolom, dan akhirnya hanya bisa berharap belas kasih tetangga. Sementara pemerintah sibuk menghitung angka, rakyat miskin terpaksa menghitung napas.”
LOCUSONLINE, PURWAKARTA – Di negeri yang konon menjunjung sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, ternyata masih ada warga jompo, disabilitas, miskin ekstrem, hingga penderita stroke yang tercecer dari perhatian pemerintah. Alasannya bukan karena negara tak punya uang, melainkan karena mereka tak masuk hitungan angka statistik: dari desil satu sampai lima.
Fakta miris ini disampaikan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Purwakarta, Ceceng Abdul Qodir (PKB), dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan PPAS 2026, Kamis (18/9/2025). Menurut Ceceng, Dinas Sosial (Dinsos) mestinya jadi ujung tombak implementasi amanat konstitusi.
“Dinas Sosial harus hadir di masyarakat, jangan kalah sama alasan klasik keterbatasan anggaran,” ujarnya.
Sorotan serupa datang dari anggota Banggar lainnya, Ahmad Sanusi alias Haji Amor (Golkar). Ia menilai Dinsos Purwakarta hanya diberi anggaran Rp13 miliar untuk 13 program. “Saya heran, kepala dinasnya tidak punya nyali ajukan lebih besar. Cuma Rp13 miliar untuk 13 program, itu artinya satu program seharga nasi kotak,” sindirnya.
Baca Juga :
Bupati Garut Gandeng Bank: Janji UMKM Naik Kelas, Realitanya Masih Nunggak Modal
Amor mengusulkan tambahan Rp5 miliar agar pelayanan sosial tidak sekadar basa-basi. Ia juga menyoroti lambannya pemerintah daerah ketika bencana terjadi. “LSM dan partai politik lebih gesit bawa sembako. Pemerintah ke mana? Kok selalu kalah start?” katanya.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”