Singkatnya, nasi gratis itu ternyata tak hanya bergizi, tapi juga “berisi” bonus mikroba.
Lia menambahkan, pasien yang sudah pulang jangan buru-buru pesta kuliner.
“Saya sudah wanti-wanti, kalau pulang makan bubur saja. Jangan macam-macam dulu,” katanya.
Saran itu terdengar sederhana, tapi entah bagaimana bisa menenangkan 1.333 perut yang sempat dikhianati nasi bergizi gratis.
Ironi ini sekaligus menjadi catatan serius: program pangan yang katanya untuk menyehatkan malah berpotensi melatih daya tahan tubuh dengan cara yang tak lazim. Rakyat yang tadinya berharap bergizi, kini belajar arti darurat medis secara gratis.
Karang Taruna mungkin bisa mengadakan lomba 17 Agustus tahun depan dengan kategori baru: siapa yang paling kuat menahan gejala MBG. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














