Nada serupa disampaikan Bah Ege, warga Purwakarta yang cukup dikenal di kalangan birokrat lokal. Ia secara terbuka menyoroti kinerja BKAD di bawah kepemimpinan Nina.
“Pelayanan BKAD di bawah Nina itu lambat. Silakan perhatikan saja. Ini bukan asumsi pribadi, tapi realitas,” tegasnya.
Bah Ege mempertanyakan mengapa tidak ada figur lain yang diberi kesempatan. “Ini Purwakarta, banyak juga orang yang mampu. Pertanyaannya: mengapa harus satu orang memegang dua posisi penting?” katanya.
Kritik publik terhadap rangkap jabatan ini bukan sekadar soal teknis birokrasi. Dalam konteks Purwakarta, isu ini menyentuh hal yang lebih mendasar: kepercayaan publik terhadap proses penempatan pejabat dan transparansi pemerintahan.
Di balik seremoni pelantikan dan pidato penuh semangat, perbincangan di balik layar mulai terdengar sebagian berbisik, sebagian mulai berbicara keras. Pro dan kontra mungkin biasa, tetapi ketika “dua kursi diduduki satu nama,” pertanyaan publik pun menjadi lebih tajam: apakah ini soal kepercayaan atau keterbatasan pilihan?(Laela)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”