Anggota DPR dari PAN Ashabul Kahfi menegaskan pentingnya uji laboratorium pangan. “Setiap makanan wajib diuji, jangan sampai lauknya lebih berbahaya dari soal ujian nasional,” ujarnya.
Ashabul juga mendorong agar masyarakat dilibatkan dalam pengawasan. “Kalau ada keluhan, kanal pengaduan harus cepat dan aman. Jangan sampai orang lapor malah dituduh buzzer oposisi.”
Ia menambahkan, dapur komunitas di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) perlu jadi jangkar pelaksanaan. “Asal jangan jangkar yang tenggelam karena bahan makanannya basi,” kata salah satu pengamat yang tak mau disebut namanya, karena sedang makan nasi kotak bantuan MBG.
Sementara itu, anggota Komisi IX Nurhadi menyoroti pentingnya pembatasan kapasitas produksi dapur MBG. “Jangan sampai satu dapur memproduksi 4.000 porsi per hari. Itu bukan dapur, itu pabrik,” ujarnya.
Nurhadi menegaskan bahwa setiap dapur harus memiliki tiga tokoh utama: kepala dapur, akuntan, dan ahli gizi. “Bukan hanya juru masak yang tahu resep, tapi juga juru hitung yang tahu kemana uangnya mengalir.”
Ia bahkan menyarankan agar setiap paket makanan mencantumkan batas waktu konsumsi. “Seperti makanan kaleng, tulis saja ‘baik dikonsumsi sebelum jam masuk sekolah’. Jangan sampai dimakan sore, efeknya baru terasa malam,” katanya.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”