LOCUSONLINE, PANGKALPINANG – Setelah bertahun-tahun timah Indonesia “mengalir seperti air tanpa kran”, negara akhirnya muncul sebagai pemilik sah yang baru ingat punya rumah sendiri. Presiden Prabowo Subianto turun langsung ke Bangka Belitung, menyaksikan penyerahan enam smelter ilegal berikut ratusan aset rampasan negara kepada PT Timah Tbk langkah yang disebut banyak pihak sebagai “operasi bersih-bersih mendadak setelah pesta panjang”.
Enam smelter ini bukan bangunan kecil-kecilan. Mereka ibarat “pabrik hantu” yang hidup di siang bolong: beroperasi terang-terangan, namun entah kenapa sering luput dari mata pengawasan negara. Bersama smelter, ada 195 alat berat, 22 bidang tanah, dan satu mes yang ikut disita harta karun tambang yang selama ini berpindah tangan lebih cepat daripada proses perizinan resmi.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menyebut langkah ini sebagai koreksi arah ekonomi sumber daya alam nasional. “Negara seperti baru sadar bahwa sumber dayanya selama ini dikelola orang lain. Ini bukan sekadar penegakan hukum, ini seperti ‘rebut rumah kontrakan sendiri’,” ujarnya sinis.
Bangka Belitung selama ini dikenal sebagai jantung timah nasional. Namun, dalam praktiknya, daerah ini lebih mirip pasar gelap terbuka: tambang tanpa izin tumbuh seperti jamur, smelter ilegal menyala bagai lampu kota, dan hasilnya mengalir ke luar negeri tanpa sempat menyapa kas negara.
Masyarakat setempat sudah terbiasa melihat smelter berasap tanpa papan nama. “Dari dulu ya begitu-begitu saja. Kadang kami pikir itu pabrik resmi, ternyata bukan. Kadang kami pikir ilegal, eh malah aman-aman saja,” ujar Roni (43), warga Pangkalpinang, dengan nada setengah geli setengah pasrah.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”