Penertiban ini disebut pemerintah sebagai langkah awal menuju pengelolaan tambang yang lebih tertib. Namun, publik tak lupa: banyak kasus serupa berakhir dengan gempita di awal dan sunyi di tengah jalan. “Jangan sampai ini jadi ritual tahunan: rampas, serahkan, difoto, lalu hilang dari pemberitaan,” kata seorang akademisi lokal yang enggan disebut namanya.
Presiden Prabowo dalam pidatonya menegaskan bahwa negara tidak akan mentoleransi praktik ilegal yang merugikan rakyat. Pernyataan itu terdengar tegas meski publik juga bertanya-tanya mengapa enam smelter besar bisa beroperasi bertahun-tahun sebelum “ketahuan”.
Langkah ini tentu patut diapresiasi. Tapi seperti biasa, pertanyaannya bukan pada start, melainkan pada finish: apakah negara akan sungguh-sungguh mengelola timah dengan transparan, atau ini hanya “gertak politik” di panggung tambang?
Untuk sementara, Bangka Belitung bisa sedikit lega. Negara sudah datang meski agak terlambat, dengan gaya bak tuan rumah yang masuk dari pintu belakang.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”