Samanhudi, suami Nurjanah, mengaku kebingungan. “Saya ingin istri saya segera pulang dengan selamat. Terakhir, dia bilang sedang dalam ancaman. Saya lihat videonya, bibirnya berdarah ditampar majikan,” ujarnya. Ia berharap semua pihak turun tangan, tapi yang datang baru “harapan dan doa”, belum “tindakan dan hasil”.
Nama Santi dan Indra bukan nama asing. Aktivis Nur Khotimah dan Paryanto menyebut kedua nama ini sudah lama terdengar di Jawa Barat sebagai bagian jaringan pengiriman ilegal pekerja ke Irak. Namun, hingga kini, jaringan tersebut seperti hantu: diketahui banyak orang, tapi entah kenapa sulit disentuh hukum.
Baca Juga : Kasus Dina: Dari Minimarket ke Sungai Citarum, Tragedi yang Mengalir Seperti Arus
Paryanto mengkritik keras lambannya pemerintah. “Disnakertrans Purwakarta harus diisi orang profesional. Jangan cuma manis di depan kamera, tapi mandul di lapangan,” ujarnya. Ia juga menyebut banyak laporan yang “nyangkut” di meja birokrasi seperti nasi basi: dibiarkan begitu saja.
Kasus ini mencuat sejak akhir pemerintahan Benni Irwan dan masih menggantung di masa Bupati Saepul Bahri Binzein. Berbagai pihak diminta keterangan, tapi belum ada yang bisa memastikan Nurjanah di mana dan bagaimana kondisinya.
Koordinasi lintas lembaga terdengar nyaring di berita, namun sayup-sayup dalam tindakan. Seolah semua pihak sepakat bahwa masalah ini penting tapi tidak ada yang paling bertanggung jawab.
Sementara Nurjanah menanti kepulangan dari rumah majikan di Irak, aparat dan pejabat di tanah air masih saling lempar “bola tanggung jawab”. Rakyat berharap ada tindakan cepat, tapi yang cepat justru hanya publikasi konferensi pers dan foto-foto pejabat berpose serius.(Laela)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”