Sementara itu, Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis, lewat akun pribadinya bilang:
“Jika video dan narasinya benar dari Trans7, sungguh penghinaan terhadap pesantren dan benar-benar tak mengerti kearifan lokal.”
Dalam bahasa netizen: “Trans7, kamu lagi ngelawak atau serius ngetes kesabaran umat?”
Poin yang perlu dicatat:
- Trans7 seperti lupa riset, ingat rating. Konten provokatif = klik banyak, meski bikin hati santri panas seperti dapur pondok pas subuh.
- Santri nggak anti kritik, tapi anti ngaco. Kalau mau bikin konten tentang pesantren, minimal ngobrol dulu sama ustaz, bukan nanya sama netizen random.
- Boikot jadi pelajaran. Di era digital, santri juga punya kuota dan jempol dan keduanya tajam saat digunakan bersama-sama.
Media televisi sering bangga bilang mereka “mengedukasi publik”. Tapi dalam kasus ini, publik justru balik mengedukasi media: “Kalau nggak paham budaya pesantren, ya belajar dulu. Jangan asal narasi kayak ngasih caption meme.” Santri boleh jongkok saat minum susu, tapi mereka berdiri tegak saat martabat pesantren disentuh. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”