Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menyebut daerah terdampak suhu tinggi mencakup sebagian besar Nusa Tenggara, Jawa bagian barat hingga timur, Kalimantan bagian barat dan tengah, Sulawesi bagian selatan dan tenggara, serta beberapa wilayah Papua.
“Konsistensi tingginya suhu maksimum di banyak wilayah menunjukkan kondisi cuaca panas yang persisten, didukung oleh dominasi massa udara kering dan minimnya tutupan awan,” jelasnya.
Meski suhu meningkat, BMKG memprakirakan potensi hujan lokal akibat aktivitas konvektif masih dapat terjadi pada sore hingga malam hari di sebagian wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua. Masyarakat diminta waspada terhadap potensi perubahan cuaca mendadak hingga awal November 2025.
“Kondisi ini diprakirakan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November,” kata Guswanto.
Cuaca panas ini juga berdampak langsung pada aktivitas masyarakat. Dinda (24), warga Bali yang tinggal di Semarang, mengaku mengalami migrain setiap hari karena suhu panas ekstrem. “Panasnya enggak ngotak. Saya bisa minum air empat liter sehari, AC dan kipas dinyalakan bersamaan tapi tetap saja gerah,” ujarnya.
Hal serupa dialami Arini (25) dari Salatiga yang memilih menghabiskan waktu di kafe ber-AC setelah bekerja untuk menghindari panas di rumah. Sementara itu, Ulin (36) dari Yogyakarta akhirnya memutuskan pindah ke kos ber-AC karena suhu panas memicu sakit kepala dan menurunkan produktivitas.
BMKG mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan selama periode suhu tinggi ini. “Masyarakat perlu mencukupi kebutuhan cairan dan menghindari paparan sinar matahari langsung terlalu lama, terutama pada siang hari,” ujar Guswanto. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”