Kemendiktisaintek kini sedang menyiapkan kurikulum yang “mengikuti perkembangan teknologi”, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (AI). Para rektor mulai menghitung ulang mata kuliah wajib dengan harapan mahasiswa tidak hanya mahir membuat proposal skripsi, tapi juga algoritma pertahanan siber.
“Pertahanan sekarang sangat kental dengan teknologi. SDM harus match dengan industri yang akan tumbuh,” tegas Brian, seolah industri itu sudah antre di depan gerbang kampus menunggu lulusan siap kerja.
Namun, sejumlah pengamat pendidikan menilai kebijakan ini masih beraroma klasik: perguruan tinggi dijadikan pabrik pencetak tenaga kerja murah. Kurikulum sering direvisi demi industri, sementara industri belum tentu siap menyerap lulusan tanpa magang tak berbayar tiga tahun. LPDP pun dikhawatirkan makin ketat dalam memilih penerima beasiswa, dengan kriteria “sesuai rencana industri” yang entah siapa yang menyusunnya.
Jika kebijakan ini benar-benar jalan, masa depan kampus Indonesia bisa berubah: ruang kuliah berganti jadi ruang briefing pabrik, dan wisuda bukan lagi selebrasi akademik melainkan upacara serah terima karyawan baru ke korporasi dan BUMN strategis. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”