“Hukum seharusnya melindungi rakyat, bukan menakuti mereka, di NTB, mungkin hukum sedang sibuk, mungkin juga keadilan sedang cuti panjang dan belum tahu kapan pulang.”
LOCUSONLINE, MATARAM – Di negeri yang katanya menjunjung tinggi keadilan, empat warga NTB harus belajar arti sabar versi kepolisian: menunggu kejelasan hukum tanpa kepastian, mendengar kabar sidang tanpa surat resmi, dan melihat pengacaranya dilarang datang karena “bukan hari besuk.”
Forum terbuka yang digelar Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB di Café Tuwa Kawa, Mataram, Sabtu (25/10), menjadi semacam panggung open mic untuk menceritakan betapa absurdnya proses hukum empat tahanan politik Polda NTB.
Aliansi, tim kuasa hukum, dan orang tua para tahanan berkumpul bukan untuk minum kopi spesial blend, tapi meneguk getir prosedur hukum yang rasanya lebih pahit dari robusta Flores.
Para orang tua baru tahu anaknya akan disidang minggu depan dari mulut anaknya sendiri di balik jeruji, bukan dari kejaksaan atau kepolisian.
“Sidang Kamis depan, katanya,” ujar salah satu orang tua, dengan wajah lebih bingung dari peserta kuis tanpa jawaban ganda.
Kejaksaan dan kepolisian kompak bungkam. Mungkin memang sudah waktunya transparansi diganti jadi transendensi urusan hukum tampaknya kini harus diterka lewat wahyu.
Baca Juga : Salah Satu Hotel Diduga Lakukan Pidana Alih Fungsi Lahan Pertanian, Satpol PP Garut Tidak Paham Aturan?
Tim kuasa hukum datang ke Polda NTB untuk memastikan kondisi tahanan dan jadwal sidang. Tapi, bukannya mendapat jawaban, mereka malah mendapat ceramah: “Bukan hari besuk.”
Entah sejak kapan koordinasi hukum harus menunggu jadwal piknik. “Padahal kami datang jam kerja, bukan tengah malam sambil bawa gitar,” kata Mega Iskandar Putri, pengacara yang mulai curiga hukum di NTB sudah berubah jadi teater absurdisme Kafka versi lokal.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














