“Kami mau tahu berapa besar PAD dari bunga deposito dan giro itu. Jangan-jangan uang rakyat malah kerja lembur untuk kepentingan segelintir orang,” kata Bakti.
Ia menegaskan, rakyat sudah cukup lama menjadi “ATM berjalan” bagi negara: bayar pajak, retribusi, iuran, denda, bahkan sitaan. Tapi ketika menagih hasilnya, yang keluar justru alasan dan seremonial.
“Kalau uang rakyat terus disimpan di bank dan tak sampai ke rakyat, lebih baik Pemkab sekalian buka cabang BUMD: Bank Penantian Daerah,” seloroh Bakti getir.
locusonline,co mencatat, sejak dulu pengelolaan keuangan daerah memang seperti permainan sulap semua orang tahu ada uang, tapi tak jelas ke mana menguapnya. Dan setiap kali publik mulai curiga, pejabat akan berkata: “Masih proses penyerapan.” Padahal yang terserap hanyalah kepercayaan publik, sedikit demi sedikit.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














