MKMK Angkat Bicara Soal Laporan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani: ‘Kenapa Langsung ke Bareskrim?’
[locusonline.co, Jakarta] – Laporan dugaan ijazah palsu yang menjerat Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri akhirnya mendapat respons dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Ketua MKMK, I Gede Dewa Palguna, mengaku merasa heran dengan langkah pelapor.
Palguna menilai, laporan tersebut terkesi melompati proses. Menurutnya, yang paling wajar adalah mempertanyakan hal ini terlebih dahulu ke DPR, mengingat merekalah yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebelum Arsul Sani resmi menjadi hakim.
“Saya dan kami di MKMK merasa agak ganjil, mengapa tiba-tiba ke Bareskrim?” kata Palguna, seperti dilaporkan detik.com, Minggu (16/11).
“Logisnya, tanya ke DPR dulu dong,” tambahnya. Palguna menegaskan, proses seleksi hakim konstitusi oleh DPR seharusnya sudah menjadi jaminan awal. Dengan melaporkan langsung ke polisi, ia menilai pelapor secara tidak langsung meragukan kredibilitas hasil uji kelayakan yang dilakukan DPR.
MKMK Sudah Bergerak Diam-diam
Di balik publik, Palguna mengungkapkan bahwa MKMK ternyata tidak tinggal diam. Lembaga ini sudah memantau dan mendalami isu yang menyeret nama Hakim Arsul Sani sejak hampir sebulan terakhir.
“Kami di MKMK sudah mendalaminya. Sebab, tugas MKMK bukan hanya menegakkan kode etik, tetapi juga menjaga martabat dan kehormatan hakim konstitusi,” jelas Palguna.
Namun, ia meminta maaf karena tidak bisa membeberkan detail prosesnya kepada publik. Hal ini, katanya, untuk melindungi hakim yang bersangkutan agar tidak “diadili” oleh media atas isu yang kebenarannya masih perlu dibuktikan.
Desakan untuk Buka Suara
Laporan ini bermula dari aduan Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi ke Bareskrim pada Jumat (14/11). Mereka melaporkan dugaan penggunaan ijazah program doktor palsu oleh Arsul Sani.
Menanggapi hal ini, Arsul Sani memilih untuk tidak berkomentar banyak. “Sebagai hakim saya terikat kode etik untuk tidak berpolemik. Kan soal ini juga ditangani MKMK,” ucapnya singkat.
Di sisi lain, tuntutan untuk transparansi justru datang dari internal DPR. Anggota Komisi III DPR, Soedeson Tandra, mendesak Arsul Sani sebagai pejabat publik untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat.
“Beliau itu kan pejabat publik. Kalau ada keraguan, bentuk transparansinya ya beliau harus mengungkapkan dan menjelaskan kepada masyarakat,” tegas Tandra.
Ia juga sedikit menyentuh proses pendidikan doktor, dengan menyatakan bahwa gelar tersebut tidak bisa didapatkan secara instan, melainkan melalui proses perkuliahan yang memakan waktu.
Dengan demikian, bola kini ada di dua pihak: MKMK dengan penyelidikan internalnya dan Arsul Sani sendiri, apakah akan memenuhi desakan untuk memberikan klarifikasi terbuka kepada publik. (**)















