Penyelenggara: “Stop Solusi Palsu, Stop Omon-omon”
Dalam pernyataan penutup, penyelenggara mengingatkan bahwa aksi ini bukan sekadar festival poster atau ajang konten Instagram. Ini tekanan moral dan politik kepada para pengambil kebijakan yang lebih sering bicara transisi energi ketimbang menjalankannya.
“NTB sangat rentan terhadap krisis iklim, tapi suara masyarakat sering diabaikan. Kami menuntut transisi energi bersih yang adil dan berpihak pada rakyat, bukan korporasi. Kami menolak solusi palsu dan meminta pemerintah berhenti omon-omon,” tegas mereka.
Mereka juga menyoroti perlunya perlindungan terhadap aktivis dan masyarakat yang memperjuangkan lingkungan. Bagi mereka, keadilan iklim adalah hak dasar, bukan hadiah hiburan.
Baca Juga : NTP Seret, Semangat Tetap Ngebul: Sarasehan KTNA Jabar Ditutup dengan PR Menumpuk
Kesadaran Iklim di NTB Mulai Naik Kelas
Publik yang awalnya hanya lewat untuk beli cilok CFD tampak berhenti dan menyimak. Bahkan beberapa warga ikut bergabung. Generasi muda, terutama pelajar dan mahasiswa, menjadi wajah dominan aksi ini. Mereka membawa pesan yang lebih besar daripada tubuh mereka sendiri:
Jika pemerintah terus bergerak lambat, generasi inilah yang akan membayar harga paling mahal.
Rencana Lanjutan: Dari Aksi ke Konsolidasi Gerakan
Koalisi dan komunitas yang terlibat bertekad memperkuat gerakan lingkungan di NTB. Mereka menyiapkan langkah-langkah lanjutan yang terdengar seperti daftar pekerjaan rumah pemerintah yang entah kapan akan dikerjakan:
● Transisi energi bersih berbasis komunitas
● Pembangunan inklusif dan adil
● Perlindungan ruang hidup dan wilayah masyarakat adat
● Pensiun dini PLTU batubara
● Partisipasi bermakna orang muda
● Aksi iklim nyata dari pemerintah daerah dan nasional
● Moratorium izin tambang, terutama tambang rakyat
● Menghentikan kriminalisasi masyarakat dan aktivis

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














