“Jika Pemerintah Desa dan Gugus Tugas Reforma Agraria tidak segera merapikan prosedur dan membuka seluruh dokumen kepada publik, konflik ini bisa menjadi api besar di desa kecil.”
LOCUSONLINE, GARUT – Polemik redistribusi tanah eks HGU PT Condong di Kabupaten Garut memasuki babak yang lebih panas daripada tungku bata merah di Pakenjeng. Di tengah kabar manis soal reforma agraria yang digembar-gemborkan pemerintah, di lapangan yang muncul justru aroma sengkarut prosedur, dugaan permainan data, dan janji pejabat desa yang lebih licin dari batu kali saat hujan deras.
Kepala Desa Tegalgede, Kartika Ernawati, kini menjadi pusat sorotan setelah kuasa hukum penggarap lahan mengeluarkan ultimatum keras. Janji yang disampaikan Kades dalam audiensi resmi untuk memfasilitasi pertemuan masyarakat, penggarap, dan Bupati Garut hingga kini tak kunjung berwujud.
“Jangan sampai Kepala Desa menciptakan konflik baru,” ujar kuasa hukum penggarap, Asep Muhidin, yang matanya tampak sudah selesai bersabar, Kamis (27/11/2025).
Keputusan Bupati yang ‘Turun dari Langit’
Sumber lonjakan konflik berasal dari Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/KEP.469-DISPERKIM/2025 tentang penetapan subjek redistribusi tanah. Dokumen yang seharusnya lahir dari proses panjang musyawarah desa, pendataan, verifikasi, dan sidang GTRA itu, menurut para penggarap, justru datang tanpa aba-aba seperti paket COD yang salah alamat.
Penggarap lama yang sudah berkeringat, bertahun-tahun mengolah lahan eks HGU—mengaku tidak pernah diajak bicara. Di sisi lain, nama-nama penerima yang tertera dalam keputusan Bupati disebut-sebut banyak yang justru bukan penggarap.
“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”
