[locusonline, Bandung] Di tengah cuaca ekstrem yang mengganggu pasokan sayuran, Jawa Barat kembali mencatatkan inflasi pada November 2025. Ironisnya, dua hal yang tampak tak berkaitan—harga emas dunia yang melambung dan panen hortikultura yang terganggu—justru menjadi duo penyumbang kenaikan harga.
Berdasarkan rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, Senin (1/12/2025), inflasi bulanan (month-to-month) November 2025 sebesar 0,16%. Sementara inflasi tahun kalender (year-to-date) mencapai 2,19% dan inflasi tahunan (year-on-year) 2,54%.
“Penyumbang utama inflasi kali ini berasal dari dua kelompok: perawatan pribadi & jasa lainnya, serta makanan, minuman, dan tembakau,” ungkap Fungsional Statistisi Ahli Madya BPS Jabar, Ninik Anisah.
Daftar “Tersangka” Inflasi: Dari Perhiasan Sampai Cabai
Analisis BPS menunjukkan komoditas yang paling mendongkrak inflasi secara detail:
- Emas perhiasan menjadi “bintang” penyumbang inflasi tertinggi (0,09%), didorong tren harga dunia.
- Wortel, bawang merah, dan cabai merah masing-masing menyumbang 0,03%, menjadi korban langsung cuaca ekstrem.
- Jeruk menyusul dengan kontribusi 0,02%.
Peringkat Kota: Bekasi dan Bandung Pimpin Kenaikan Bulanan
Secara spasial, beban inflasi bulanan tertinggi dirasakan warga:
- Kota Bekasi (0,29%)
- Kota Bandung (0,24%)
- Kota Tasikmalaya & Kabupaten Majalengka (masing-masing 0,22%)
Ada Juga “Pahlawan” Deflasi: Harga Ayam dan Jengkol Anjlok
Di balik berita kenaikan, ada kabagusan dari sektor pangan tertentu yang justru mengalami deflasi (penurunan harga), meredam laju inflasi yang lebih tinggi:
- Daging ayam ras (-0,04%)
- Beras & telur ayam ras (masing-masing -0,03%)
- Jengkol & buah naga (masing-masing -0,01%)
“Penurunan harga komoditas ini memberikan efek penyeimbang,” tambah Ninik.
Peta Inflasi Tahunan: Sukabumi Memimpin, Subang Paling Rendah
Dalam cakupan yang lebih luas, Kota Sukabumi memimpin laju inflasi tahunan (year-on-year) tertinggi sebesar 3,63%, diikuti Kota Bekasi (2,96%). Sementara Kabupaten Subang mencatatkan inflasi tahunan terendah (1,41%), menunjukkan dinamika ekonomi yang berbeda antardaerah.
Meski ada tekanan, BPS menilai inflasi Jawa Barat secara agregat masih terkendali dalam batas aman. Namun, kombinasi faktor eksternal (harga komoditas global) dan internal (ganguan iklim) tetap perlu diwaspadai untuk stabilitas harga ke depan.













