LOCUSONLINE, GARUT – Fatayat NU Kabupaten Garut menggandeng Yayasan Pulih dan Pemkab Garut untuk menggelar lokakarya pencegahan kekerasan berbasis gender. Tempatnya mewah, isunya berat, dan harapannya semoga nggak cuma jadi poster motivasi di kantor desa.
Acara yang digelar di Ballroom Glamping Sabda Alam, Senin (1/12/2025), menghadirkan tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat daerah, hingga aktivis lintas sektor. Semua sepakat satu hal: angka kekerasan di Garut makin naik, dan ini bukan jenis “peringkat” yang patut dibanggakan.
Kepala DPPKBPPPA Garut, Yayan Waryana, menegaskan bahwa pelibatan tokoh agama dan masyarakat adalah strategi wajib.
“Mereka ini panutan. Kalau mereka ngomong, warga denger. Kalau kami yang ngomong, ya kadang suka disawer pertanyaan dulu,” ujarnya sambil menekankan bahwa hotline pengaduan sudah aktif 24 jam.
Yayan juga menyebut pemerintah sudah menjalankan program serupa di 17 kecamatan. Kepala desa, tokoh agama, kader PKK semuanya diajak menjadi “detektor dini” kasus kekerasan. MoU dengan Fatayat NU pun diteken, biar gerakannya bukan sekadar vibes.
Ketua Fatayat NU Garut, Hj. Ernawati Siti Syaja’ah, mengingatkan bahwa data nasional menunjukkan Garut naik daun di kategori yang salah salah satu daerah dengan angka kekerasan tertinggi terhadap perempuan dan anak.
“Kapolres bilang Garut peringkat lima se-Jawa Barat. Ini ranking yang bikin kami pengen drop out,” katanya blak-blakan.
Yayasan Pulih yang fokus pada pemulihan trauma menyampaikan bahwa Garut menjadi lokasi program internasional. Dua desa dipilih sebagai pilot project Banyuresmi dan Godog. Selama dua tahun, mereka sudah melatih 30 fasilitator dewasa, 30 fasilitator remaja, hingga 20 lembaga komunitas. Bukti bahwa kerja mereka lebih panjang dari episode sinetron.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”












