[locusonline.co] – Dalam lanskap tradisi akhir tahun digital, mungkin tidak ada yang lebih ditunggu selain Spotify Wrapped. Ritual tahunan yang mempresentasikan kebiasaan mendengarkan musik pengguna dalam kemasan visual yang apik ini telah mengkristal menjadi sebuah adat budaya modern dalam satu dekade terakhir. Bagi banyak orang, momen pembukaan Wrapped telah menjadi “Super Bowl”-nya mereka—sebuah peristiwa besar yang dinanti dan dirayakan di linimasa media sosial.
Beberapa pengguna mengakui menghabiskan waktu berbulan-bulan mempertimbangkan aliran musik mereka, bahkan berusaha “mengakali” algoritma agar artis atau album favorit mereka mendominasi laporan. Fenomena ini mencapai puncaknya pada 2023 ketika Spotify mengategorikan pengguna berdasarkan selera musik ke dalam kota-kota tertentu (apakah Anda lebih cocok dengan vibes Burlington, Vermont, atau Berkeley, California?), yang memicu kebingungan sekaligus kegemasan. Tahun lalu, sentimen berubah ketika beberapa pengguna mengkritik inklusi konten berbasis AI yang dianggap mengurangi esensi data personal.
Pada peluncurannya, Rabu (3/12/2025), Spotify Wrapped 2025 menghadirkan fitur baru yang semakin mendalami kompetisi sosial: pengguna bisa melihat peringkat mereka sebagai “Top Listener” dari artis tertentu dibandingkan dengan penggemar berat lainnya. Namun, di balik kemeriahan berbagi story tersebut, sebuah tren yang lebih besar dan mendasar sedang berkembang: Spotify Wrapped bukan lagi satu-satunya narator digital kehidupan kita.
Dari Musik ke Seluruh Aspek Kehidupan: Era “Segala Sesuatu Dipaket”
Daya pikat Wrapped—yaitu kemampuannya mengemas data mentah menjadi narasi personal yang mudah dicerna dan diumbar—telah memicu revolusi di berbagai platform. Kata “Wrapped” sendiri, seperti “Kleenex” untuk tisu, telah menjadi istilah generik yang merujuk pada seluruh kategori laporan data tahunan pengguna.
Invasi “Wrapped” ini kini menjangkau hampir setiap sudut kehidupan digital:
- Belajar: Duolingo merangkum jam terbang pengguna dalam mempelajari bahasa asing.
- Kuliner & Gaya Hidup: Platform seperti Resy dan Seamless merinci kebiasaan makan, sementara McDonald’s menghadirkan recap pesanan. Partiful, layanan undangan daring, memberi tahu pengguna berapa banyak pesta yang mereka hadiri sepanjang tahun.
- Gaming: Steam menyajikan statistik lengkap, mulai dari total jam bermain, pencapaian yang dibuka, hingga game yang paling sering dimainkan.
- Kesehatan: Strava menjumlahkan seluruh latihan fisik pengguna, mengubah data olahraga menjadi cerita tentang perjuangan dan pencapaian.
Quantified Self: Antara Refleksi, Performa, dan Kecemasan Data
Psikolog sosial, Dr. Maya Sari, M.Psi., memberikan perspektif mengenai fenomena ini. “Laporan-laporan ini memenuhi kebutuhan psikologis akan refleksi diri dan validasi sosial,” ujarnya. “Mereka mengubah pengalaman abstrak—seperti ‘saya suka musik’ atau ‘saya rajin olahraga’—menuk menjadi bukti konkret yang bisa dipamerkan. Ini adalah bentuk kurasi identitas di era digital.”
Namun, di balik grafis yang warna-warni, muncul pertanyaan kritis. Trend ini mengangkat isu privasi data ke permukaan: sejauh mana kita nyaman dengan perusahaan yang mengarsip, menganalisis, dan mempersonalisasikan setiap jejak digital kita? Selain itu, ada risiko membandingkan diri (social comparison) yang tidak sehat, di mana pencapaian personal—yang seharusnya intim—berubah menjadi metrik publik untuk dinilai.
Masa Depan: Personalisasi atau Pengawasan?
Tren “Wrapped” menunjukkan tidak ada tanda-tanda melambat. Malah, ia berevolusi dari sekadar rekap statis menjadi pengalaman yang semakin imersif dan interaktif. Pertanyaannya kini, apakah ini bentuk pelayanan terbaik dari platform kepada pengguna, atau sebuah strategi keterikatan (engagement) yang canggih untuk mempertahankan kita di dalam ekosistem mereka?
Satu hal yang pasti: setiap akhir tahun, linimasa media sosial kita akan semakin dipenuhi bukan hanya oleh pencapaian pribadi manusia, tetapi juga oleh laporan-laporan yang disusun oleh algoritma—sebuah kolase digital yang menceritakan siapa kita, melalui data yang kita tinggalkan. Kita telah memasuki era di mana refleksi akhir tahun tidak lagi hanya dilakukan di dalam pikiran atau di buku harian, tetapi dikurasi, didesain, dan dibagikan oleh aplikasi-aplikasi yang mengukur denyut nadi kehidupan sosial kita. (**)













