Tidak menunggu respons pemerintah, warga kembali melakukan ritual tahunan: gotong royong perbaikan darurat dengan peralatan seadanya, mereka mencoba membuat jalur penyebrangan sementara.
Salah satu warga, Abdul, menyampaikan laporan harian yang lebih cepat daripada respons instansi.
“Hujan sahari sawengi, jembatan citali putus. Jam 00.00 anak-anak tetap harus berangkat sekolah. Taruhan nyawa tiap pagi.”
Sayangnya, dari pihak pemerintah belum ada yang turun langsung kecuali hujan.
Situasi ini kembali mengingatkan publik bahwa di beberapa daerah pembangunan infrastruktur lebih sering menjadi slogan daripada kenyataan, sementara generasi muda Garut bertaruh nyawa untuk masa depan mereka, pemerintah daerah tampaknya masih sibuk bertaruh citra.
Dan sampai tulisan ini dibuat, jembatan masih putus, sungai tetap mengalir, anak sekolah tetap nekat, dan pemerintah tetap rapat.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”










