- 770 korban tewas di Aceh, Sumut, dan Sumbar
- 194 korban tewas hanya di Sumbar
- 111 masih hilang
- 140.500 warga terdampak
Agam menjadi episentrum duka:
- 169 meninggal
- 86 hilang
- Kecamatan Palembayan, Malalak, Tanjung Raya, Palupuh jadi daftar luka geografis
Rahmat Lasmono, Kepala BPBD Agam, merinci data duka tanpa metafora. Fakta yang bahkan tak butuh naskah dramatis: manusia hilang, rumah hanyut, dan kayu-kayu hutan entah dari mana ikut terbawa arus, menyelipkan jejak gergaji yang memalukan.
Pejabat bergilir datang, kamera ikut, rombongan menyimak, mencatat, berfoto, pulang. Warga tetap tinggal mendengar suara sungai yang bergetar, menunggu perbaikan yang biasanya kalah cepat dari laporan evaluasi bencana tahunan.
Kayu-kayu bekas potongan chainsaw yang terdampar seperti bukti tak resmi: hutan habis, tanah longgar, air mengamuk, lalu negara terkejut seakan semua terjadi tanpa tanda.
Sumbar hari ini bukan sekadar lokasi bencana. Ia cermin rapuhnya tata kelola negara yang baru bergerak setelah tanah runtuh dan ribuan jasad ditemukan.
Pejabat boleh lewat dengan trail, tapi rakyat tetap terjebak lumpur.
Karena bencana di negeri ini bukan sekadar alam, tetapi rencana tanpa pengawasan, izin ditekan demi cuan, dan hutan ditebang tanpa malu.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”









