Garut kini berada di posisi ke-6 terendah dari 27 kabupaten/kota. Sementara target nasional mendapuk angka 14%, Garut tampaknya ingin menyalip dan minta gaya belok kiri dulu.
“Kami optimis tahun 2025 angka itu harus lebih turun. Bukan sekadar memenuhi target, tapi karena balita bukan objek survei,” ujar Yayan.
Di sisi lain, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Garut, Tri Cahyo Nugroho, mengingatkan bahwa angka bagus tidak otomatis berarti perut balita sudah kenyang gizi seimbang. Ia menegaskan akar stunting bukan pada grafik, tapi pada ibu hamil yang minim nutrisi dan lingkungan yang minim sanitasi layak.
“Target kami zero new stunting. Jadi jangan ada bayi yang lahir sudah langsung masuk statistik,” ujarnya tanpa basa-basi.
Tri juga menyindir halus bahwa intervensi setelah lahir jauh lebih berat ketimbang memastikan gizi ibu aman sejak awal.
“Makan yang bergizi, bukan viral,” pungkasnya, menyeletuk tajam.
Dengan penurunan angka stunting, kini PR Garut tinggal memastikan penurunan ini bukan musiman layaknya grafik politik saat masa kampanye. Sebab balita tidak butuh pidato seremonial, tapi asupan yang tidak berhenti di meja konferensi pers.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”









