LOCUSONLINE, GARUT – Gerakan Leuweung Hejo yang digagas FKPDAS dan menggandeng BCW (Buana Cakra Wibawa) bukan sekadar acara tanam bibit lalu pulang sambil update Instagram. Aksi yang digelar di lereng Gunung Cakrabuana ini menjadi pernyataan sikap: kalau hutan masih dianggap etalase kegiatan seremonial, bencana tinggal tunggu jadwal kirim undangan.
Ceu Uun, Ketua FKPDAS, saat dihubungi Sabtu (6/12/2025) menegaskan, 3.000 pohon yang ditanam bukan untuk dipajang di laporan kegiatan atau menjadi bukti foto berbingkai. Menurutnya, paradigma yang wajib dibongkar adalah “tanam hari ini, lupa besok.” Hutan, kata Ceu Uun, bukan taman backdrop untuk pejabat gunting pita.
Baca Juga : Kepala BPS Garut : Garut Satu Data, Reformasi Informasi Reformasi Kebijakan
Gerakan Leuweung Hejo ini merupakan implementasi nyata dari program Desa Peduli DAS. FKPDAS ingin memastikan rehabilitasi lahan bukan sekadar jargon, apalagi setelah banjir bandang di Sumatera yang terang-terangan menunjukkan akibat pembalakan liar: hutan dirampas, air balas dendam.
“Ini bukan hal baru, tapi yang baru harusnya kesadaran. Tanam itu mudah, merawat itu kewajiban,” ujarnya. FKPDAS menegaskan bahwa upaya ini adalah penahan laju bencana, bukan sekadar pengisi kalender kegiatan.
Ceu Uun menambahkan, Launching Gerakan Kolaborasi Leuweung Hejo di Gunung Cakrabuana adalah langkah konkret, bukan basa-basi hijau. Tujuannya jelas Garut Utara dan Cimanuk Hilir tidak butuh lebih banyak spanduk hijau, tetapi butuh pepohonan yang terus hidup.
Karena alam tidak butuh pidato, ia hanya butuh dijaga. Dan ketika manusia lalai, alam membalas tanpa konferensi pers.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”












