“MBG bukan sekadar bagi-bagi makan, tapi soal tata kelola, disiplin, dan keberanian menghentikan yang salah. Karena dalam urusan gizi anak bangsa, yang setengah matang bukan cuma makanan tapi juga pengawasannya.”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini resmi naik level. Lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 2025, kepala daerah tak lagi berperan sebagai tamu undangan dalam program pusat, melainkan diberi hak strategis: merekomendasikan penghentian operasional dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bermasalah. Singkatnya, kalau dapur ngaco, bupati boleh cabut gasnya.
Kewenangan ini ditegaskan Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Bidang Komunikasi Publik dan Investigasi, Nanik Sudaryati Deyang. Menurutnya, era BGN jalan sendiri sudah selesai. Kepala daerah kini berperan sebagai “conductor dan arranger” bukan sekadar tepuk tangan di pinggir panggung.
Pesannya lugas dan nyaris tanpa basa-basi: dapur tak patuh standar, tak punya SLHS, IPAL absen, mitra bermasalah silakan direkomendasikan berhenti. Hak penuh kepala daerah, tembusannya ke BGN. Negara, kali ini, memberi mandat langsung kualitas pangan lebih penting daripada formalitas proyek.
Kebijakan ini sekaligus menjadi jawaban atas kritik publik yang kerap muncul setiap kali MBG tersandung isu makanan tak layak, distribusi bermasalah, hingga kecelakaan operasional. MBG tak lagi bisa berlindung di balik jargon “program mulia” jika di lapangan dapurnya tak steril dan manajemennya asal jalan.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”












