“Nunggu Cipeucang dibuka dulu baru bisa diangkut,” katanya.
Soal asal-usul sampah, lurah menegaskan bukan dari warga setempat. Sampah disebut datang “dari mana-mana”, dibuang cepat oleh pengendara motor yang paham betul: tak ada TPS, tapi juga tak ada sanksi instan.
Untuk mencegah gunungan makin tinggi, warga kini diberdayakan jaga 24 jam. Kolong flyover berubah fungsi lagi dari tempat lalu lintas, jadi pos ronda darurat sampah.
Baca Juga : Bupati Sidak Pasar, Bau Anyir Diminta Pindah Domisili
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menjelaskan akar persoalan ada di TPA Cipeucang yang sedang diperbaiki, khususnya di landfill 3. Selama perbaikan berlangsung, sampah dari Tangsel terpaksa “mengungsi” ke mana saja termasuk kolong flyover dan depan fasilitas kesehatan.
Perbaikan TPA Cipeucang ditargetkan rampung akhir Desember 2025. Setelah itu, sampah dijanjikan kembali mengalir normal ke tempat semestinya. Sementara ini, warga diminta bersabar bersama bau, belatung, dan omzet yang terus menurun.
Ironisnya, tumpukan sampah juga muncul di depan Puskesmas Serpong 1. Pasien yang datang berharap sembuh, malah disambut aroma busuk. Sebuah pengalaman layanan kesehatan yang komplet antre lama, bau menyengat, dan sampah menggunung.
Pemkot Tangsel menjanjikan solusi jangka panjang lewat proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL). Proyek masa depan yang terdengar canggih, meski hari ini warga masih bergulat dengan solusi paling dasar angkut sampah.
Untuk saat ini, pesan pemerintah jelas secara implisit, kalau belum bisa dibereskan, ditutup saja dulu pakai terpal. Bau, belatung, dan keresahan warga? Itu urusan angin.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”









