LOCUSONLINE, JAKARTA – Aksi penagihan utang oleh debt collector alias mata elang (matel) kembali disorot polisi. Kali ini, Polda Metro Jaya tak lagi pakai bahasa halus. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto secara terbuka menyebut pola penagihan matel sudah masuk kategori premanisme berjamaah.
Menurut Budi, masalah debt collector di jalan raya seperti sinetron stripping: episodenya banyak, konfliknya sama, dan tak pernah benar-benar tamat.
“Ini sudah jadi sistem premanisme. Datangnya bergerombol, jumlahnya banyak, tujuannya jelas: intimidasi dan intervensi,” ujar Budi di Polda Metro Jaya, Kamis (18/12/2025).
Budi menilai cara penagihan semacam itu membuat konsumen tertekan secara psikologis. Alih-alih menyelesaikan masalah, metode “rame-rame” justru memperkeruh situasi dan berpotensi memicu konflik terbuka.
Ia menegaskan, penagihan kendaraan seharusnya dilakukan sesuai prosedur hukum, bukan ala sweeping dadakan.
“Harusnya tunjukkan surat perintah tugas dari lembaga pembiayaan. Setelah itu tempuh mediasi atau somasi. Bukan pengamanan penarikan paksa di jalan,” tegasnya.
Baca Juga : Inspektorat Jabar: Korupsi Jangan Buru-buru Dipenjara, Dicicil Dulu 60 Hari
Polda Metro Jaya mengingatkan bahwa penarikan kendaraan tanpa dasar hukum yang jelas bukan hanya melanggar etika, tetapi juga berpotensi pidana jika disertai intimidasi atau kekerasan.
Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik atas kasus pengeroyokan di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, yang menewaskan dua debt collector berinisial MET dan NAT. Dalam peristiwa tersebut, enam anggota Polri terlibat dan telah dijatuhi sanksi etik, mulai dari pemecatan hingga demosi.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”










