LOCUSONLINE, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kembali maraknya pernikahan anak di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang dinilai disebabkan lemahnya regulasi dan pengawasan di tingkat daerah. Senin, 26 Mei 2025
Komisioner KPAI, Ai Rahmayanti, menyatakan bahwa meskipun NTB telah memiliki peraturan daerah (Perda) terkait pencegahan perkawinan anak, peraturan tersebut belum efektif karena tidak disertai sanksi maupun alokasi anggaran yang memadai.
“Perda pencegahan perkawinan anak memang sudah ada, namun tidak mengandung sanksi bagi pihak yang memfasilitasi, dan tidak ada komitmen anggaran dari pemerintah daerah,” ujar Rahmayanti di Gedung DPR RI, Senin (26/5/2025).
KPAI juga mengungkapkan bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) disebut turut menghapus ketentuan sanksi serta anggaran dari Perda tersebut. Atas hal itu, KPAI mendesak agar Kemendagri meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Kami merekomendasikan agar Kemendagri mengkaji kembali peraturan ini. Pemerintah daerah juga perlu melakukan advokasi revisi Perda agar mengandung sanksi tegas. Payung hukumnya sudah tersedia, mulai dari Undang-Undang Perlindungan Anak hingga UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS),” jelasnya.
Rahmayanti menambahkan, NTB masih termasuk salah satu provinsi dengan angka pernikahan anak tertinggi secara nasional. Ia menyebut faktor budaya dan interpretasi keagamaan menjadi penyebab utama.
“Budaya dan adat istiadat masih menjadi alasan kuat di masyarakat. Ada pula pandangan keagamaan yang keliru, seperti ‘daripada berzina lebih baik dinikahkan’,” ujar dia.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”