LOCUSONLINE, GARUT – Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang akan menambah jumlah rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri dari 36 menjadi 50 siswa per kelas, menimbulkan gejolak di kalangan sekolah swasta, khususnya di daerah pelosok Kabupaten Garut.
Salah satunya datang dari SMA Bhakti Putra Indonesia, sebuah sekolah swasta di Kampung Cicariu, Desa Cikarang, Kecamatan Cisewu. Kepala sekolahnya, Jenal Mustofa, dengan lantang menyuarakan keresahan yang ia rasakan.
“Kami semua menjerit. Ini bukan hanya soal kuota, ini soal keberlangsungan sekolah swasta yang sudah susah payah bertahan di pelosok. Kebijakan ini seperti menyumbat napas kami perlahan-lahan,” tegas Jenal, Rabu (2/7/2025).
Jenal menjelaskan, hingga awal Juli 2025, sekolahnya baru menerima 13 calon siswa baru. Jika rombel di sekolah negeri benar-benar diperluas, maka peluang sekolah swasta untuk mendapat murid semakin kecil. Hal ini menjadi pukulan berat, terutama bagi sekolah yang berdiri di kawasan minim akses pendidikan.
“Sekolah kami berdiri karena semangat anak-anak di selatan Garut untuk tetap sekolah, meski jauh dari pusat kota. Kalau negeri disuruh menampung lebih banyak, pilihan ke swasta makin ditinggalkan,” katanya.
Baca Juga : Kurikulum ‘Nyaah ka Indung’: Pendidikan Hati di Tengah Krisis Moral Anak Bangsa
Ia menambahkan bahwa anak-anak di pelosok tidak kekurangan semangat belajar, tapi kekurangan kesempatan dan akses, yang selama ini dijembatani oleh keberadaan sekolah swasta.
“Kalau anak tidak diterima di negeri, biasanya ke swasta. Itu harapan mereka. Tapi kalau kuota negeri diperbesar, harapan itu direbut habis,” ujar Jenal dengan nada getir.
