LOCUSONLINE, PURWAKARTA — Minggu pagi di Taman Air Mancur Sribaduga, alias Situ Buleud, warga Purwakarta disambut bukan oleh deru air mancur, tapi oleh dentuman mic dan semangat anti-korupsi dalam balutan “Roadshow KPK 2025: Jelajah Negeri Bangun Anti Korupsi”. Ribuan warga hadir, sebagian ingin belajar integritas, sebagian lagi mencari hiburan gratis. Sisanya? Mungkin cuma ikut keramaian.
Di tengah hiruk-pikuk balon warna-warni dan stan edukasi yang dibanjiri selfie, Bupati Saepul Bahri Binzein alias Om Zein tampil penuh semangat. “Ini bukan sekadar seremoni,” katanya. Sayangnya, kalimat itu terlempar justru dalam acara yang penuh simbolisme dan jargon moral.
Menurut Om Zein, kampanye ini adalah momentum penting untuk “menanamkan budaya anti-korupsi yang menyentuh hati”. Pernyataan yang cukup menyentuh… hingga kita teringat bahwa proyek daerah seringkali menyentuh kantong segelintir orang dengan nama CV dan PT yang itu-itu saja.
Direktur Pendidikan KPK, Yonathan Demme Tangdilintin, menegaskan pentingnya sinergi pusat dan daerah dalam pendidikan antikorupsi. Bahkan ada kuliah umum di UPI Purwakarta dan nonton bareng film antikorupsi di Pendopo Desa. Namun tetap saja, ketika film selesai diputar, kontraktor lama-lama kembali dapat tender.
Anak-anak sekolah menggambar tentang kejujuran, tepat di bawah bayangan patung badak. Sebuah simbol yang konon melambangkan kekuatan dan integritas, meski tak sedikit proyek pembangunan yang justru bikin rakyat merasa ditanduk.
Acara ini diklaim membangun kesadaran kolektif agar masyarakat tidak menjadi korban sistem yang korup. Ironisnya, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak warga masih harus merantau sebagai pekerja migran ilegal karena kemiskinan yang lahir dari korupsi struktural—dari desa hingga pusat.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”