LOCUSONLINE, BANDUNG — Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama DPRD Jabar akhirnya mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029. Namun alih-alih mengakomodasi urgensi publik seperti krisis pangan, kemiskinan struktural, atau pelayanan dasar, agenda utama yang mencuat justru soal pemekaran desa, konsolidasi BUMD, dan tata kelola air yang (lagi-lagi) dibingkai dalam bahasa teknokratis penuh janji. Selasa, 22 Juli 2025
Dengan slogan “Jawa Barat Istimewa”, Dedi Mulyadi salah satu arsitek RPJMD menyampaikan bahwa kini arah kebijakan telah “satu visi”. Visi yang dimaksud? Birokrasi semakin ramping, desa-desa makin dikotak-kotakkan, dan perusahaan daerah cukup satu tapi kuat setidaknya di atas kertas.
“Kami sudah satu visi, yaitu Jawa Barat Istimewa,” ujar Dedi, penuh percaya diri, dari podium paripurna yang penuh tepuk tangan politik.
Salah satu pokok utama RPJMD ini adalah rencana pemekaran atau penggabungan desa. Menurut Dedi, ketimpangan jumlah penduduk antar-desa di Jawa Barat sudah terlalu lebar, ada desa yang hanya 2.000 jiwa, sementara lainnya tembus 150.000. Namun, yang tak dijelaskan adalah bagaimana nasib pelayanan dasar, partisipasi masyarakat, dan anggaran ketika desa dipecah atau dilebur tanpa kesiapan struktur sosial.
“Ini soal disparitas desa. Solusinya, pemekaran atau penggabungan,” katanya, seakan me-rekayasa geografi bisa semudah memotong kue ulang tahun birokrasi.
Lebih jauh, Dedi menyebut banyak desa kini sudah berkarakter urban, sehingga perlu diubah statusnya jadi kelurahan. Tapi kritik muncul: apakah perubahan nomenklatur mampu menjawab realitas sosial dan infrastruktur yang timpang? Atau hanya ganti baju tanpa ganti nasib?
RPJMD ini juga memuat niat “merapikan” Badan Usaha Milik Daerah. Konsepnya, BUMD yang tersebar akan dilebur agar tak lagi “berantakan”. Satu BUMD, satu BJB, katanya. Tapi masyarakat tahu: BUMD yang sehat bukan soal jumlah, tapi soal akuntabilitas. Kalau korupsi masih bercokol, mau satu atau seratus pun tetap saja bocor.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














