“Bansos yang semestinya jadi jaring pengaman sosial di tengah krisis, lagi-lagi bocor di tangan mereka yang seharusnya melindungi rakyat. Publik pun paham: di negeri ini, bantuan untuk orang miskin adalah ladang emas bagi yang rakus.”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka lembaran usang yang sudah jadi “langganan”: korupsi bantuan sosial. Kali ini, bukan sekadar kabar basi, tapi kasus segar dari Kementerian Sosial (Kemensos) Tahun Anggaran 2025. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru keluar Agustus 2025, tiga orang dan dua korporasi langsung ditetapkan sebagai tersangka. 20/8
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengumumkan kerugian negara mencapai Rp200 miliar. Jumlah yang cukup untuk membeli jutaan karung beras bagi rakyat miskin, tapi entah bagaimana justru mampir ke kantong pribadi. “Adapun dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang dan dua korporasi sebagai tersangka,” ujarnya, seolah-olah publik masih kaget mendengar bansos dijadikan bancakan.
Empat nama lain juga dicegah ke luar negeri. Dari komisaris perusahaan logistik sampai mantan pejabat Kemensos, semua kena cekal sejak 12 Agustus 2025. Alasannya sederhana: biar tidak keburu kabur sebelum dipanggil penyidik.
Baca Juga :
KPK Buka Panggung: Jemaah Haji Diminta Jadi Saksi Korupsi Rp1 Triliun
Ironinya, ini bukan kali pertama “beras untuk rakyat” berubah jadi “beras untuk pejabat.” Kasus korupsi bansos sudah jadi sinetron panjang. Dari OTT KPK di era Juliari Batubara tahun 2020, hingga pengadaan paket Bansos Presiden di Jabodetabek, pola mainnya sama: rakyat dapat beras bercampur air mata, sementara elit dapat uang bercampur tawa.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”