“Dalam negara hukum, garis 15 meter bukan hanya jarak, tapi simbol keberpihakan: pada lingkungan atau pada bangunan megah. Di Garut, simbol itu kini berbentuk pagar triplek. Setidaknya, untuk sementara.”
LOCUSONLINE, GARUT – Sungai Cimanuk–Cisanggarung boleh jadi telah mengalir sejak sebelum Hotel Mercure berdiri. Namun, arus regulasi tampaknya baru benar-benar “mengalir” pada Rabu, 8 Oktober 2025, ketika Gerbang Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan (GLMPK) melakukan audiensi dengan Komisi II DPRD Garut. Topiknya sederhana: batas sepadan sungai. Dampaknya, bisa jadi tidak sesederhana itu.
Dalam ruang rapat yang sejuk kontras dengan panasnya polemik Penasihat Hukum GLMPK, Asep Muhidin, membentangkan data, aturan, dan penggaris. Ia menyebut, bangunan di kawasan PT Jakarta Inti Land (JIL) yang menaungi hotel, pusat belanja, dan kolam renang berdiri hanya 4,8 meter dari bibir sungai. Padahal, regulasi jelas menyebutkan minimal 15 meter.
“Di situ ada Mercure, Ramayana, Ciplaz, Tropicana. Semua lengkap, tinggal perahu karet saja yang belum,” ujarnya lirih tapi tajam.
Menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015, area sepadan sungai bukanlah tempat parkir, bukan pula halaman belakang hotel. Namun, di Garut, definisi ruang publik ternyata fleksibel: bisa menjadi lahan parkir selama belum diprotes.
Dalam pertemuan itu, lahirlah sebuah kesepakatan monumental: PT JIL diberi waktu satu minggu untuk memasang pagar sementara dari seng atau triplek sejauh 15 meter dari bibir sungai. Triplek yang selama ini dikenal sebagai bahan dasar panggung hajatan, kini naik kelas menjadi simbol penegakan aturan tata ruang.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”