“Pusat minta daerah belanja, daerah minta pusat tambah jatah, dan uangnya tetap berputar di tempat (di bank).”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tampaknya mulai lelah jadi tempat curhat para kepala daerah. Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPD, Selasa (4/11/2025), ia menyindir gaya pejabat daerah yang doyan protes anggaran, padahal dana mereka sendiri masih menganggur di bank.
“Kemarin datang ke saya ribut aja, uangnya masih banyak. Habisin dulu duitnya, baru ribut ke saya,” kata Purbaya, dengan nada antara heran dan geli.
Sindiran itu muncul setelah pemerintah memangkas anggaran Transfer ke Daerah (TKD) 2026 menjadi Rp693 triliun, turun tajam dari Rp919,87 triliun pada 2025. Potongan ini sontak bikin sejumlah gubernur dan bupati berdatangan ke Kemenkeu, seolah baru sadar negara punya kalkulator.
Namun setelah dicek, ternyata dana mengendap pemerintah daerah di perbankan masih tebal: Rp233 triliun per akhir September 2025. Bahkan setelah dikoreksi karena “salah input” data versi Mendagri Tito Karnavian, jumlahnya masih Rp215 triliun. Salah hitung 18 triliun rupiah di negeri lain bisa disebut krisis, di sini cuma disebut typo.
Purbaya menilai, saldo mengendap jumbo itu menunjukkan satu hal: para kepala daerah lebih cepat bikin baliho daripada realisasi anggaran.
“Ini artinya uang rakyat tidak segera dibelanjakan untuk rakyatnya sendiri,” ujarnya.
Baca Juga : Prabowo Bentuk Tim Makan Bergizi: Dari Meja Kabinet ke Meja Makan Anak Sekolah”
Pemerintah pusat akhirnya memutuskan memangkas TKD dan mengalihkan dana ke program prioritas nasional yang dianggap lebih cepat berdampak ke masyarakat. Menurut Purbaya, secara total, alokasi anggaran untuk daerah justru meningkat, dari Rp930 triliun menjadi Rp1.377 triliun, hanya saja dikendalikan langsung pusat.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














