“Seperti banyak hal lain di pemerintahan, gagasan bergerak duluan. Sementara rel, aset, dan tata kelola akan menyusul jika waktunya bersahabat.”
LOCUSONLINE, BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kamis (6/11/2025) sore. Secara resmi, ini disebut silaturahim. Secara praktis, ini mirip rapat koordinasi dengan bumbu keakraban.
Pertemuan berlangsung hangat. Hangat seperti hubungan pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum yang sama-sama ingin “memperkuat sinergi,” istilah yang belakangan dipakai di hampir semua kesempatan ketika hubungan formal ingin digambarkan manis.
Kepala Kejati Jabar, Hermon Dekristo, dipuji KDM sebagai mitra akuntabilitas.
“Pesan saya satu, kita ingin mendampingi, memberi rambu-rambu, dan mendorong tata kelola yang baik,” ujar KDM. Kalimat yang tampak aman, tapi cukup untuk mengingatkan bahwa rambu-rambu justru sering muncul setelah kendaraan birokrasi terlanjur belok ke jalur yang membahayakan.
Setelah bicara integritas, pembicaraan bergeser ke transportasi publik berbasis rel topik yang muncul di hampir semua forum KDM belakangan ini.
Baca Juga : DLH Garut Gandeng Anak Muda dan Pesantren Wujudkan “Garut Bersih dan Berkelanjutan”
KDM menjelaskan rencana gerbong khusus petani, tempat hasil panen bisa naik kereta secara gratis. Sebuah konsep yang, pada kertas, terlihat seperti gabungan romantisme masa lalu dan presentasi investasi baru.
Ia juga menyinggung reaktivasi Kereta Parahyangan rute Gambir–Bandung–Banjar, dengan tarif terjangkau.
“Kereta itu nanti bisa mengangkut warga, petani, sampai hasil panen. Biaya murah, manfaat besar,” katanya. Keterangan yang membuat kereta terdengar seperti solusi serbaguna: angkut manusia, ekonomi, dan harapan pemerataan.
Namun agenda tidak hanya soal rel dan roda besi. KDM mengusulkan kerja sama percepatan pengembalian aset daerah sebuah pekerjaan rutin yang kerap lebih lama dari masa jabatan pejabat yang membahasnya.
“Kita ingin bergerak cepat. Kita identifikasi persoalannya, kita selesaikan, dan kita kembalikan hak-hak daerah,” ujarnya. Sebuah janji cepat, pada masalah yang selama ini dikenal justru lambat.
Pertemuan berakhir tanpa tepuk tangan, tapi cukup banyak senyuman protokoler. Silaturahim selesai, sinergi disebut, dan rencana besar kembali menunggu tahap berikutnya: realisasi.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














