“WFH di Jawa Barat hadir sebagai solusi efisiensi yang berharap banyak: anggaran turun, kualitas kerja naik, dan kemacetan berkurang. Sisanya, seperti biasa, akan diuji oleh satu hal: praktik di lapangan atau lebih tepatnya, praktik di ruang keluarga ASN.”
LOCUSONLINE, BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi mengaktifkan kebijakan Work From Home (WFH) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Alasannya sederhana sekaligus ambisius: efisiensi anggaran.
Gubernur Dedi Mulyadi atau KDM, mengumumkannya di Gedung Sate, Kamis (6/11/2025). Ia menjelaskan bahwa bekerja dari rumah bukan hanya menekan biaya listrik dan air kantor, tetapi juga dengan nada penuh keyakinan mengurangi kemacetan di jalan raya.
Sebuah klaim yang cukup berani, mengingat sebagian kemacetan di Jawa Barat biasanya disebabkan faktor lain: jalan berlubang, angkutan berhenti sembarangan, dan warga yang menganggap trotoar sebagai lahan parkir alternatif.
KDM memastikan sistem kerja dari rumah tidak akan mengurangi tanggung jawab ASN.
“Bekerja dari rumah tetap bekerja menggunakan sistem,” katanya.
Dalam tradisi birokrasi, “sistem” adalah kata ajaib yang dapat berarti aplikasi digital, spreadsheet, grup WhatsApp, atau instruksi yang ditulis tergesa-gesa di kertas memo.
Baca Juga : Kanwil Kemenkum Jabar Evaluasi Harmonisasi Produk Hukum Daerah Tahun 2025
Ia juga menegaskan bahwa skema tunjangan akan dibedakan antara ASN yang bekerja di lapangan dan ASN yang bekerja dari ruang tamu.
“Tingkat risiko tentu berbeda,” ucapnya.
Keterangan yang sulit dibantah, karena risiko di lapangan mencakup hujan, panas, dan publik yang marah; sedangkan risiko WFH biasanya berkaitan dengan sinyal internet dan suara ayam berkokok saat rapat daring.
Meski begitu, layanan publik disebut tetap berjalan normal. WFH tidak berlaku bagi pegawai yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Untuk unit itu, tatap muka masih dianggap lebih aman dibandingkan tatap layar.
KDM bahkan menyarankan pemerintah kabupaten/kota menerapkan kebijakan serupa. Ia meyakini WFH dapat membuat ASN lebih “adaptif,” istilah yang terdengar modern tapi baru diketahui dampak nyatanya setelah laporan kinerja diterbitkan.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














