JAKARTA – Setelah melalui perjalanan panjang dan penuh debat, Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) resmi disahkan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (18/11/2025). Namun, di balik proses legislasi yang sakral, tersimpan sebuah tantangan besar: bagaimana memastikan aturan di atas kertas benar-benar berpihak kepada keadilan dan rakyat.
Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menyoroti bahwa pengesahan ini bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari sebuah era baru dalam sistem peradilan Indonesia.
“Dengan disahkannya RKUHAP menjadi undang-undang, terdapat banyak pesan moral yang dapat kita petik bersama,” kata Ibas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Bukan Hanya Hukum, Tapi Juga Komitmen Moral
Menurut Ibas, KUHAP baru ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai kumpulan pasal-pasal hukum, melainkan sebagai penegasan atas nilai-nilai moral dan komitmen kebangsaan.
“Namun satu hal yang paling mendasar adalah adanya moral obligation (kewajiban moral) bagi seluruh penyelenggara negara, aparat penegak hukum, dan seluruh rakyat Indonesia untuk senantiasa menjunjung tinggi dan menjaga tegaknya keadilan (justice),” sambungnya.
Ibas menegaskan bahwa aturan baru ini menjadi pengingat keras bagi para penyelenggara negara hingga aparat penegak hukum untuk tidak menyimpang dari koridor keadilan. Proses peradilan harus berjalan transparan, akuntabel, dan—yang terpenting—berpihak pada kepentingan rakyat.
“Kita semua memiliki tanggung jawab untuk tunduk, patuh, dan konsisten menegakkan aturan, hukum, serta peraturan yang berlaku (rules, law, and regulations) demi terwujudnya sistem peradilan yang berintegritas dan berkeadilan bagi seluruh warga negara,” ujarnya.















