LOCUSONLINE, GARUT – Program reforma agraria yang harusnya jadi jalan ninja petani menuju kesejahteraan, di Garut malah berubah jadi drama panjang penuh plot twist. Baru tahap redistribusi saja, ratusan warga sudah kecewa gegara tiba-tiba nongol Surat Keputusan Bupati Garut yang isinya bukan cuma daftar penerima lahan tapi juga daftar orang yang bikin kening penggarap asli berkerut.
Koordinator forum warga penggarap eks HGU PT Condong Garut, Elu, sampai geleng-geleng. Soalnya, SK Bupati Nomor 100.3.3.2/KEP.469-DISPERKIM/2025 muncul kayak notifikasi mantan: mendadak, bikin bingung, dan isinya nggak sesuai ekspektasi.
Baca Juga : Ekonomi Loyo, Media Disalahkan: Menkeu Minta Jurnalis Lebih Galak Biar Negara Nggak Masuk Angin
Menurut Elu, proses pendataan oleh Pemerintah Desa dan GTRA jauh dari kata transparan. Sosialisasi memang ada, tapi daftar hadir dianggap sebagai “pembenaran politik” bahwa warga menyetujui subjek redistribusi padahal warga cuma datang karena diundang, bukan buat tanda tangan cek kosong.
Lebih pedih lagi, dari 641 nama penerima redistribusi, sekitar 200 orang disebut bukan penggarap, dan ada empat yang bukan warga Desa Tegalgede. Sementara penggarap asli yang sudah nguli di tanah itu bertahun-tahun justru cuma kebagian porsi kecil. Ada satu keluarga yang dapat hampir 3 hektare, sedangkan satu kampung penggarap yang isinya 77 KK cuma 7 orang yang lolos daftar.
Elu menilai, ketidakadilan ini bukan cuma soal pembagian lahan, tapi juga soal bagaimana rasa kepemilikan warga penggarap diperlakukan kayak filler episode yang bisa di-skip.
Karena itu, Forum Penggarap Eks HGU Condong mendesak Bupati Garut sebagai Ketua GTRA Kabupaten untuk cabut SK tersebut. Kalau tidak, mereka siap mengerahkan seluruh petani untuk turun ke jalan. Bukan buat drama, tapi buat menuntut hak yang dari dulu seharusnya tidak mereka rebut karena itu memang milik mereka.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














