LOCUSONLINE, JAKARTA – Negara akhirnya menegakkan punggungnya. Kamis (27/11/2025), Kepala BKN merangkap Wakil Ketua BPASN, Zudan Arif Fakhrulloh, resmi memecat 13 ASN yang kedapatan lebih rajin mengurus “urusan privat” ketimbang mengurus negara. Pelanggarannya komplet mangkir kerja, memalsukan dokumen, menjalankan nikah bayangan, tinggal serumah tanpa status, cerai sembunyi-sembunyi, sampai pungli.
Keputusan ini langsung dianggap langkah maju. Karena selama ini, banyak oknum aparatur yang mengira selingkuh itu hak asasi asal tidak ketahuan atasan.
Namun sejarah berbicara lain. Nyatanya, kelakuan perselingkuhan pejabat bukan budaya baru. Justru warisan panjang dari pejabat kolonial yang bahkan lebih brutal, lebih arogan, dan sama-sama merasa kebal aturan.
Jejak Kolonial: Ketika Pejabat Eropa Menganggap Perempuan Pribumi Bagian dari Inventaris Kantor
Pada awal 1800-an, sebagian besar pejabat kolonial hidup seperti tak punya rem. Catatan sejarah menggambarkan mereka sebagai kelompok yang hobi pesta, mabuk, dan berburu perempuan lokal seolah tengah memilih perabot rumah tangga.
Yang paling sensasional:
Nahuys van Burgst, Residen Yogyakarta.
Ia selingkuh terang-terangan dengan Anna Luisa, pasangan rekannya sendiri, Asisten-Residen d’Abo.
Hubungan gelap itu begitu kacau sampai Pangeran Diponegoro pun bingung, dua pejabat kolonial rebutan satu perempuan? drama itu terjadi jauh sebelum aplikasi kencan modern lahir.
Hubungan tersebut menghasilkan seorang anak. Pada 1824, Nahuys akhirnya menikahi Anna.
Bagaimana nasib d’Abo? Arsip diam. Mungkin terlalu malu untuk ditulis.
Dua Predator Seksual Kolonial yang Menghina Diponegoro
Belum selesai. Muncul dua nama berbahaya yaitu, Pierre Frederic Henri Chevallier dan Johannes Godlieb Dietree. Keduanya memiliki reputasi luar biasa dalam arti negatif, mereka dikenal sebagai predator seksual yang meniduri banyak perempuan pribumi, termasuk selir Pangeran Diponegoro.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”









