Ekonomi

Rupiah Terseret 6 Hari Beruntun ke Level 3 Bulan Terendah, “Sindrom” Defisit Kian Membayangi

rakyatdemokrasi
×

Rupiah Terseret 6 Hari Beruntun ke Level 3 Bulan Terendah, “Sindrom” Defisit Kian Membayangi

Sebarkan artikel ini
Rupiah Terseret 6 Hari Beruntun ke Level 3 Bulan Terendah, Sindrom Defisit Kian Membayangi locusonline featured image

[Locusonline.co, Jakarta] — Nilai tukar rupiah melanjutkan tren menurun yang suram, terperosok untuk hari keenam berturut-turut pada Senin, 22 Desember 2025. Pada penutupan perdagangan, rupiah ditutup di level Rp 16.777 per dolar AS di pasar spot, melemah 0,16% atau Rp 27.

Kondisi ini menandai level terlemah rupiah dalam tiga bulan terakhir. Lebih menyoroti performa buruk, pelemahan ini terjadi di tengah mayoritas mata uang regional Asia lainnya yang justru menguat terhadap dolar, seperti Baht Thailand (+0,85%) dan Yen Jepang (+0,18%), menunjukkan tekanan khusus yang dihadapi rupiah.

tempat.co

Pergerakan ini bukan sekadar fluktuasi harian. Kurs JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) Bank Indonesia juga melemah 0,23% ke Rp 16.773 per dolar AS, mengonfirmasi tren pelemahan yang sistematis.

Analisis Penyebab: Dari Defisit Domestik hingga Sentimen Global yang Berat

Pelemahan rupiah yang berkepanjangan didorong oleh kombinasi faktor domestik dan global yang saling memperkuat. Berikut adalah peta tekanan utama yang sedang membebani nilai tukar rupiah:

KategoriFaktor PenyebabDampak & Analisis
Faktor DomestikMelebarnya Defisit AnggaranDefisit APBN melebar dari 2,02% (Okt) menjadi 2,35% dari PDB (Nov), mengkhawatirkan pasar.
Peringatan Bank DuniaBank Dunia memproyeksikan defisit akan konsisten melebar hingga mendekati batas psikologis 3% hingga 2027, meningkatkan kekhawatiran fiskal jangka menengah.
Faktor EksternalKekhawatiran Kebijakan BIPasar mencermati prospek suku bunga BI, di tengah tekanan inflasi global dan pelemahan nilai tukar yang membuat ruang untuk pelonggaran moneter menjadi sempit.
Ketegangan GeopolitikEskalasi di Timur Tengah dan ketegangan di Laut Karibia meningkatkan permintaan aset safe-haven seperti dolar AS.
Kebijakan Moneter AS (The Fed)Sentimen hati-hati jelang rilis data PDB AS kuartal III (23/12) dan ketenagakerjaan. Imbal hasil US Treasury naik, menarik aliran modal ke AS.
Kinerja Pasar KeuanganMeskipun IHSG menguat didukung arus dana asing, tren pelemahan rupiah menjadi katalis negatif yang membayangi pasar saham.

Proyeksi dan Analisis Teknikal: Ke Mana Arah Rupiah?

Analis pasar memberikan pandangan berhati-hati untuk pergerakan rupiah ke depan, terutama dengan sisa hari perdagangan yang terbatas menjelang libur Natal.

  • Analisis Teknikal: Mengacu pada platform Investing.com, indikator teknikal untuk USD/IDR saat ini menunjukkan sinyal “Sangat Beli” (Strong Buy), yang secara teknikal mengindikasikan potensi penguatan dolar AS lebih lanjut terhadap rupiah. Secara fundamental, ekonom ICDX Taufan Dimas Hareva menyatakan bahwa selama rupiah bertahan di atas area Rp16.800, tekanan belum mengarah pada pelemahan yang lebih dalam. Namun, jika sentimen global memburuk, rupiah berisiko mendekati level Rp17.000 dalam beberapa waktu ke depan.
  • Rentang Perdagangan ke Depan: Untuk hari Selasa (23/12), analis memproyeksikan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.770 – Rp 16.810 per dolar AS, dengan kecenderungan melanjutkan tren pelemahan. Proyeksi jangka menengah dari BRIN untuk tahun 2026 bahkan lebih suram, memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.678 – Rp17.098 per dolar AS, lebih lemah dari rentang 2025.
  • Sentimen Pasar: Pasar dihadapkan pada “Minggu pendek” karena libur Natal, yang biasanya membuat volume perdagangan menipis dan dapat memperbesar volatilitas. Minimnya data ekonomi domestik yang mendukung turut membuat rupiah rentan terhadap sentimen global.

Implikasi bagi Pasar dan Investor

Tren pelemahan rupiah yang berkepanjangan ini membawa beberapa implikasi penting:

  1. Tekanan Inflasi Impor: Melemahnya rupiah berpotensi meningkatkan biaya impor barang dan bahan baku, yang pada gilirannya dapat memberi tekanan inflasi di dalam negeri.
  2. Beban Utang Luar Negeri: Perusahaan dan pemerintah yang memiliki utang dalam denominasi dolar AS akan menghadapi beban pembayaran yang lebih tinggi.
  3. Kinerja Pasar Saham (IHSG) yang Terpecah: Meski IHSG masih mampu menguat didukung likuiditas dan pembelian asing, pelemahan rupiah yang berlanjut dapat membatasi ruang penguatan dan menjadi sentimen negatif, terutama bagi saham-saham dengan komponen biaya impor tinggi atau utang dolar yang besar.

Kesimpulannya, rupiah sedang diuji oleh badai faktor domestik dan global. Respons kebijakan dari otoritas fiskal dan moneter, serta perkembangan data ekonomi AS dalam beberapa hari ke depan, akan menjadi kunci penentu apakah rupiah dapat menemukan titik tumpu atau akan melanjutkan penurunannya menuju area Rp17.000. (**)

Tinggalkan Balasan

banner-amdk-tirta-intan_3_1
previous arrow
next arrow