[Locusonline.co, Jakarta] – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Bekasi nonaktif, Ade Kuswara Kunang (ADK), dan ayahnya, HM Kunang (HMK), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap “ijon proyek”. Kasus ini menyoroti praktik korupsi yang sistematis dengan melibatkan hubungan keluarga dan penyalahgunaan wewenang. Dugaan penerimaan dana ilegal mencapai miliaran rupiah, bahkan untuk proyek yang sama sekali belum berjalan.
Dalam menanggapi kasus ini, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan komitmen Kemendagri untuk memperkuat pengawasan tata kelola anggaran daerah. “Di saat pemerintah berjuang mengefisienkan anggaran agar manfaatnya sampai ke rakyat, praktik korupsi justru merampas hak publik dan tidak bisa dibiarkan,” tegas Bima Arya . Ia juga mendorong peran serta masyarakat untuk melaporkan dugaan korupsi melalui portal lapor.go.id.
Berikut adalah ringkasan kunci kasus ini:Aspek Keterangan Tersangka Ade Kuswara Kunang (ADK), HM Kunang (HMK), dan Sarjan (SRJ – pengusaha) . Modus & Peran ADK diduga meminta “ijon”; HMK berperan sebagai perantara aktif yang terkadang meminta uang atas inisiatif sendiri . Total Dugaan Suap Rp 9,5 miliar dari SRJ (dalam 4 kali penyerahan) . Status & Jabatan ADK: Bupati Bekasi nonaktif; HMK: Kepala Desa Sukadami (Cikarang Selatan) . Tanggapan Pemerintah Wamendagri mendorong transparansi anggaran dan pengawasan sistematis .
Penjelasan Mengenai Modus Operandi dan Peran Kunci
Kasus ini diungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 18 Desember 2025, yang berawal dari aduan masyarakat . Penyidikan mengungkap modus yang kompleks:
- Permintaan “Ijon” untuk Proyek di Masa Depan: Ade Kuswara diduga rutin meminta uang dari pengusaha Sarjan sejak Desember 2024. Yang mencolok, uang ini diminta untuk proyek-proyek yang bahkan belum dilaksanakan dan baru akan ada di tahun 2026. Praktik ini menunjukkan perencanaan korupsi yang telah berjalan sebelum proyek itu ada.
- Peran Ganda HM Kunang sebagai “Kunci”: Meski secara formal berstatus sebagai Kepala Desa, pengaruh HM Kunang jauh melampaui jabatannya. Ia digambarkan sebagai tokoh masyarakat yang disegani, bahkan dijuluki “Jawara Bekasi”. Dalam kasus ini, ia diduga berperan ganda: sebagai perantara yang menyampaikan permintaan anaknya, dan juga secara mandiri meminta uang kepada pengusaha Sarjan maupun berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Bekasi. Statusnya sebagai ayah bupati diduga dimanfaatkan untuk memuluskan permintaan ini.
- Besaran dan Aliran Dana: Dari pengusaha Sarjan saja, total uang yang diduga disuap mencapai Rp 9,5 miliar, disalurkan dalam empat tahap. Selain itu, selama tahun 2025, Ade Kuswara juga diduga menerima aliran dana lain dari sejumlah pihak sebesar Rp 4,7 miliar. Saat OTT, KPK juga menyita uang tunai sebesar Rp 200 juta di rumah Ade Kuswara yang diduga merupakan bagian dari setoran terakhir.
Dampak dan Respons Pemerintah
Kasus ini telah mengakibatkan Ade Kuswara dinonaktifkan dari jabatannya. KPK juga telah melakukan penggeledahan selama sekitar tujuh jam di ruang kerjanya dan sejumlah dinas terkait di Pemkab Bekasi sebagai bagian dari pendalaman penyidikan.
Merespons kasus ini, Wamendagri Bima Arya menyoroti bahwa korupsi merampas hak publik. Ia menyatakan Kemendagri terus memperkuat pengawasan melalui sistem informasi tata kelola anggaran dan mendorong keterbukaan informasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Kasus ini menggarisbawahi tantangan serius dalam pemberantasan korupsi, terutama terkait penyalahgunaan hubungan keluarga (nepotisme) dan praktik korupsi yang direncanakan sejak dini (“ijon”). Respons pemerintah melalui penguatan sistem transparansi dan ajakan pengawasan publik menjadi langkah krusial. Masyarakat dapat berperan aktif dengan melaporkan indikasi penyimpangan melalui saluran resmi seperti https://www.lapor.go.id.













