LOCUSONLINE, GARUT – Dengan hampir 38 persen wilayahnya berupa kawasan hutan, Kabupaten Garut akhirnya mulai berdamai dengan fakta bahwa pohon tidak diciptakan untuk ditebang dulu baru dipikirkan manfaatnya. Pemerintah daerah kini mencoba menggeser cara pandang hutan tetap hijau, tapi dompet masyarakat juga harus ikut tebal.
Kesadaran itu mengantarkan rombongan Pemerintah Kabupaten Garut melakukan studi banding ke Kabupaten Pesawaran, Lampung, pada 23–26 Desember 2025. Tujuannya satu, belajar pendekatan Integrated Area Development (IAD), model pembangunan kawasan hutan yang menjual nilai tambah, bukan sekadar kayu gelondongan.
Rangkaian kunjungan diisi diskusi dan sharing learning di Kantor Bappeda Pesawaran, Rabu (24/12/2025), serta peninjauan langsung ke Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Petani Mandiri di Kelompok Tani Hutan Agroforestri Lestari, Kecamatan Kedondong. Hadir pula jajaran Bappeda Pesawaran dan organisasi perangkat daerah terkait.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan ESDM Kabupaten Garut, Ridwan Effendi, menyebut kawasan hutan Garut mencapai sekitar 117.000 hektar atau hampir 38 persen dari total wilayah. Angka besar itu, kata dia, tidak bisa lagi dikelola dengan pola lama yang berhenti di bahan mentah.
“IAD kami harapkan menjadi ekosistem ekonomi yang kuat. Fokusnya hilirisasi industri, supaya komoditas dari kawasan hutan punya nilai tambah dan daya saing,” ujar Ridwan di lokasi kunjungan.
Ia menilai Pesawaran memberi contoh konkret bagaimana perhutanan sosial tidak dijalankan setengah hati. Bahkan sebelum IAD terbentuk formal, pemerintah setempat sudah menjodohkan kelompok tani hutan dengan offtaker agar pasar tidak datang belakangan.
“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”
