LOCUSONLINE.CO – Warga Gugat PT SSI. Masyarakat Pemerhati Kebijakan (MPK) Kabupaten Garut melaporkan dugaan tindak pidana PT. Silver Skyline Indonesia (PT. SSI), Bupati Garut Cq Satpol PP Ke Polres Garut dan Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) ke Polres Garut, Senin (06/11/2023). Laporan diterima Polres Garut dengan Nomor 066/X/2023.
Perusahaan Modal Asing (PMA) tersebut diduga melakukan beragam pelanggaran, salah satunya tidak memiliki mengantongi Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) saat menjalankan pembangunan.
Enam hari berlalu, karena pengaduan MPK diduga tidak mendapat respon dan tidak ada surat balasan dari Polres dan Gakumdu KLHK, akhirnya MPK menggugat PT. SSI, Gakumdu KLHK dan Pemkab Garut ke Pengadilan Negeri Kabupaten Garut, senin (13/11/2023). Pengadilan Negeri Garut telah meregister gugatan tersebut dengan nomor perkara 33/Pdt.G/2023/PN Grt.
Pihak tergugat bukan hanya PT. SSI, tetapi MPK juga melakukan gugatan terhadap Menteri Lingkungan Hidup, Kehutanan Republik Indonesia Cq Direktorat Jenderal LHK dan Bupati Garut Cq Satuan Polisi Pamong Praja.
Ditemui usai mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Garut, Koordinator MPK Asep Muhidin, SH,. MH beserta kedua penggugat lainnya, Rahadian Pratama, SH dan Bakti Safa’at di Gedung PN Garut mengatakan, pihaknya mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum oleh PT. SSI, Bupati Garut Cq Satpol PP dan Kementerian Lingkungan Hidup Cq KLHK.
“Ada pembangunan konstruksi yang belum mengantongi perijinan, seharusnya jangan dulu dilaksanakan sebelum memiliki perijinan lengkap dan dokumen Amdal,” papar Asep Muhidin, Senin (13/11/2023).
Menurut Asep Muhidin, kasus pembangunan yang dilaksanakan PT. SSI mirip dengan pembangunan Bumi Perkemahan (buper) yang dilaksanakan Pemkab Garut, yang membangun tanpa memiliki dokumen Amdal. “Yurisprudensinya sama dengan Pembangunan Buper yang dilaksanakan Pemkab Garut dan telah memakan korban, yakni salah satu oknum pejabat terbukti bersalah dan dihukum penjara,” terangnya.
Gakumdu KLHK dan Satpol PP Kabupaten Garut, terang Asep Muhidin, tidak melaksanakan tindakan nyata setelah ada pengaduan yang disampaikan pihak MPK. Dalam hal ini, Asep Muhidin menegaskan pihaknya tidak anti investasi.
“Saya mengajak kepada semua agar melaksanakan pembangunan sesuai dengan tahapan dan prosedur yang jelas. Harus sesuai aturan hukum yang berlaku. Sebelum perijinan dilengkapi jangan dulu ada pembangunan. Jangan seperti ibadah shalat dulu baru berwudhu,” ujarnya.
Ketika wartawan bertanya tentang siapa pihak yang paling bertanggung jawab atas pembangunan tanpa ijin dilaksanakan di wilayah hukum Pemkab Garut, Asep Muhidin menegaskan, pihak tersebut adalah kepala daerah, yakni Bupati Garut. “Tetapi tentu, kepala daerah ini memiliki tim tekhnis yang diberikan kewenangannya, seperti Satpol PP,” imbuhnya.
Perda Bangunan Gedung Sudah Dicabut
Pada kesempatan yang sama, Asep Muhidin menegaskan, walau Perda (peraturan daerah) Bangunan Gedung sudah dicabut oleh bupati tahun 2022, tetapi Satpol PP memiliki kewajiban hukum di dalam UU yakni untuk melakukan pengawasan terhadap bangunan gedung yang memiliki perijinan.
“Disini saya menduga bangunan tersebut melanggar Pasal 24 ayat 4 dan 5, 36 a ayat 1 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang ditelah diubah dengan UU No.6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No. 2 tentang Cipta Kerja,” tegasnya.
Jadi, masih ujar Asep Muhidin, ada kewajiban hukum yang harus ditaati PT. SSI yakni wajib memiliki dokumen Amdal terlebih dahulu, karena pembangunan itu skalanya besar yakni kurang lebih mencapai 14 hektar.
“Mari kita lihat pembangunan di Kabupaten Garut, apabila tidak mengantongi perijinan yang lengkap, maka harus kita sikapi. Bukan berarti kita anti pembangunan, tetapi kita mengawal dan mengawasi agar perusahaan yang datang ke Kabupaten Garut untuk mentaati aturan hukum yang berlaku,” katanya.
Asep Muhidin berharap, pihak pengadilan pada tuntutan yang diajukannya untuk melakukan provisi atau permohonan agar diputus terlebih dahulu, karena ada dampak dugaan kerusakan lingkungan seperti kerusakan tanah, udara dan baku mutu air di wilayah pembangunan pabrik.
“Kami memohon kepada pihak pengadilan untuk terlebih dahulu menghukum dan memerintahkan PT. SSI untuk segera menghentikan pembangunannya. Kami juga memohon agar pihak pengadilan untuk melakukan sita jaminan, tujuannya untuk menjamin agar masyarakat bisa merasakan kenyamanan dan tidak terganggu akibat dampak proses pembangunan seperti suara mesin, getaran tanah dan lainnya,” jelasnya.
Lalu, apa jaminan yang diminta kepada pihak perusahaan? Asep Muhidin menegaskan, jaminan bisa berupa sertifikat tanah dan lainnya. “Agar lebih menjamin kepastian hukum,” tegasnya.
Mantan wartawan yang akrab disapa Asep Apdar ini mengatakan, apabila tuntutan MPK tidak diindahkan oleh pihak-pihak tergugat, maka MPK akan melakukan pengawalan terhadap gugatan yang dilayangkan kepada pihak pengadilan negeri. Pasalnya, pihak MPK pun sebelumnya sudah melakukan gugatan tindak pidana yaitu Pasal 109 UU PPLH, karena kasus ini mirip dengan kasus pembangunan Bumi Perkemahan (buper) yang dilaksanakan Pemkab Garut.
“Sekali lagi saya tegaskan, pembangunan Buper yang dilaksanakan pemkab Garut dilakukan sebelum mengantongi Amdal, sehingga menyebabkan “korban” yakni salah satu pejabat menjadi terdakwa dan divonis bersalah sampai dihukum penjara. Nah, ini perusahaan swasta kenapa dibiarkan melakukan pembangunan tanpa memiliki Amdal,” terangnya.
Asep mengaku pihaknya sudah melayangkan pelaporan kepada pihak Polres Garut dan Gakumdu KLHK, sehingga dirinya berharap Polres Garut segera cepat menindaklanjuti pelaporan yang disampaikan MPK. “Jangan melihat kami masyarakat biasa dan bukan pejabat, sehingga prosesnya sampai berlarut-larut,” imbuhnya.
Membawa Sejumlah Bukti
Asep Apdar menambahkan, gugatan yang disampaikan ke Pengadilan Negeri Garut disertai dengan beberapa bukti diantaranya surat resmi dari Satpol PP Garut yang menegaskan bahwa PT. SSI belum memiliki Amdal, pernyataan Kepala DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang menyatakan pembangunan bisa berjalan walau belum ada PBG dan hasil audensi tanggal 9 oktober 2023 di Komisi II DPRD Garut.
“Ketiga daftar bukti ini sudah kami lampirkan dalam surat gugatan ke pengadilan. Insya Allah nanti ada tambahan bukti,” pungkasnya. (Asep Ahmad)