LOCUSONLINE, PURWAKARTA – Syekh Baing Yusuf, seorang ulama muda yang menyebarluaskan agama Islam di Kabupaten Purwakarta, telah meninggalkan warisan yang berharga. Dilahirkan di Bogor pada tahun 1709 dan wafat di Purwakarta pada tahun 1854, Syekh Baing Yusuf adalah keturunan ke-24 dari Prabu Siliwangi 1, penguasa tanah Sunda.
Pada tahun 1820, Syekh Yusuf tiba di Kabupaten Purwakarta setelah menyebarkan Islam di Jakarta, Bekasi, dan Karawang. Sejak kecil, ia telah mahir berbahasa Arab dan pada usia 12 tahun, ia telah menghafal Al-Quran. Setelah belajar ilmu Islam di Tanah Suci Mekah selama 11 tahun, Syekh Yusuf mendedikasikan hidupnya untuk menyebarkan agama Islam. Kamis, 21/ 3/ 2024
Menurut Iing Solihin, penjaga makam Syekh Baing Yusuf, karena peran pentingnya dalam penyebaran Islam di Purwakarta, ia dimakamkan di belakang Masjid Baing Yusuf sebagai bukti kontribusinya dalam penyebaran agama Islam.
“Syekh Yusuf adalah putra Bupati Bogor yang lahir pada tahun 1709. Pada usia 7 tahun, ia sudah fasih berbahasa Arab dan menghafal Al-Quran. Pada usia 13 tahun, ia pergi ke Mekah dan menghabiskan 11 tahun di sana sebelum kembali ke Indonesia pada usia 24 tahun. Ia kemudian menyebarkan agama Islam di Bogor, Jakarta, Bekasi, dan akhirnya tiba di sini. Pada saat itu, tempat ini masih Karawang, dan ayahnya yang pindah ke sini. Syekh Yusuf ikut bersamanya dan mendirikan sebuah masjid di sini,” kata Iing sambil menunjuk makam Sekh Baing.
Iing menjelaskan bahwa Syekh Yusuf menyebarkan Islam bukan dengan kekerasan, tetapi melalui ceramah. Ia mengajak orang-orang untuk masuk ke masjid dan mendengarkan ceramahnya dalam bahasa Sunda, karena pada saat itu, belum banyak orang yang memahami bahasa Latin atau Arab.
Salah satu targetnya adalah orang-orang Badega yang tertinggal di wilayah Sindangkasih. Mereka tertinggal dalam perjalanan mereka dari Kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis ke Padjadjaran di Bogor.
Iing, yang merupakan keturunan keenam dari Raden Mochammad Joseof, menceritakan sejarah pembangunan masjid. Awalnya, masjid ini memiliki bentuk seperti padepokan gaya Jawa, tetapi setelah beberapa kali renovasi, masjid ini berubah menjadi masjid modern seperti yang kita lihat sekarang.
“Pada tahun 1826, Syekh Yusuf mulai membangun masjid di sini. Masjid agung ini juga merupakan alun-alun Kiansantang. Dibangun di sini karena sasaran penyebaran Islam adalah orang-orang Badega Padjajaran atau Galuh Pakuan. Beberapa orang Badega tinggal di daerah Kutawaringin, yang sekarang menjadi Pasar Rebo, dan Sindang Kasih, dekat dengan masjid ini,” jelasnya.
Meskipun beberapa ornamen telah dipertahankan, masjid agung ini telah mengalami beberapa kali renovasi dan sekarang dikenal sebagai Masjid Agung Baing Yusuf di Purwakarta. Kubah dan empat pilar masjid termasuk elemen-elemen yang telah dipertahankan.
Syekh Baing Yusuf wafat pada tahun 1854 dan dimakamkan di belakang masjid ini. Makam ini juga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi tokoh-tokoh terkemuka lainnya dari pemimpin awal Karawang dan Purwakarta. Makam Syekh Baing Yusuf sering dikunjungi oleh para peziarah selama bulan Mulud, menjelang Ramadan dan bulan Rajab.
Para peziarah yang datang ke makam ini sebagian besar berasal dari luar Purwakarta, terutama dari Banten.
Editor: Red