LOCUSONLINE, JAKARTA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan legalisasi ganja yang diajukan oleh orang tua dari seorang anak pengidap cerebral palsy atau kelumpuhan otak sejak lahir, mendapatkan dukungan dari Marthinus Hukom, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI.
Keputusan tersebut menurut Marthinus didasarkan pada pertimbangan medis dan etis terkait larangan penggunaan ganja. Beliau memberikan penjelasan ini saat diwawancarai setelah acara Peringatan 22 Tahun BNN RI di Jakarta. Jumat, 22/3/ 2024
Marthinus menekankan bahwa dari sudut pandang medis, penggunaan ganja yang berlebihan dapat berdampak negatif pada sistem saraf manusia. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, Marthinus menegaskan bahwa tidak ada manfaat medis yang dapat diperoleh dari penggunaan ganja.
Dalam konteks etis, Marthinus menambahkan bahwa pengaruh ganja sangat signifikan, yang dapat menyebabkan ketergantungan pada penggunanya. “Jadi, apa alasan untuk melegalkannya? Tidak ada alasan, baik dari segi medis maupun etis,” ujarnya.
Sebelumnya, MK telah menolak dalil permohonan yang diajukan oleh Pipit Sri Hartanti dan Supardji, orang tua dari Shita Aske Paramitha, seorang penderita cerebral palsy sejak lahir. Mereka mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1976 tentang pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta protokol yang mengubahnya.
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, dalam sidang pleno MK pada hari Rabu (20/3), menyatakan bahwa narkotika golongan I (ganja dan turunannya) hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues