Adapun sanksi pidananya diatur oleh Pasa Pasal 72 ayat (1), ayat (3) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (UU LP2B) yang menegaskan: (1) Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan ayat (3). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pejabat pemerintah, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan.
Sebagai pelapor Asep mengingatkan kepada Polres Garut agar segera memberikan informasi progres penanganan perkara tersebut, karena telah cukup lama.
“Hak bagi siapapun yang menyampaikan laporan atau pengaduan kepada kepolisian mendapatkan mendapatkan pemberitahuan progres penanganan perkara, karena jelas diatur oleh Pasal 11 ayat (1) huruf a PERKAP No. 21 Tahun 2011 juncto Pasal 12 huruf c Perkap No. 16 tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan POLRI, Pelapor diberikan hak meminta informasi progres penanganan laporan secara resmi dari kepolisian dalam penanganan laporan. Lebih jauh secara teknis diatur oleh Peraturan Kepala Badan ReserseKeiminal POLRI Nomor 1 Tahun 2022 tentang Standar Operasional Prosedur Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana. Jadi cukup beralasan secara hukum sebagai pelapor atau pengadu meminta dan mendapatkan informasi resmi secara tertulis terhadap laporan ata pengaduan dari pihak kepolisian”, sebut Asep yang getol mengkritik kebijakan pemerintah yang diangap bertentangan dengan aturan ini.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues